BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an dan Al-Hadist adalah
pedoman manusia khususnya Ummat Muslim yang telah ditinggalkan oleh Rasullullah
saw kepada seluruh ummatnya. Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. sebagai pedoman bagi ummat manusia dalam menata
kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan batin baik didunia maupun
diakhirat kela. Al-Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan yang menyangkut
hal ihwalnya. konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an dan Al-Hadist selalu
relevan dengan problem yang dihadapi manusia kerena ia turun untuk berdialok
dengan setiap ummat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap
problem tersebut, kapan dan dimanapun mereka berada. dari sinilah studi tetang
Al-Qur’an sangat penting dilakukan.
B.
RUMUSAN MASALAH
karena luasnya pembahasan tentang
Al-Qur’an dan al-hadist ini. Maka didalam makalah ini kami hanya akan membahas
tentang:
1. Pengertian Al-Qur’an
2. Fungsi Al-Qur’an
3. Pendekatan Memahami Al-Qur’an
4. Ulumul Qur’an
5. Pengertian Hadist Dan
6. Fungsi Hadist , Unsur-unsur Hadist,
Macam-macam Hadist.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER AGAMA ISLAM
1.
PENGERTIAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an menurut bahasa
(etimologi), mempunyai arti yang bermacam-macam, salah satunya menurut pendapat
yang lebih kuat, Al-Qur’an berarti bacaan atau yang dibaca. Pendapat itu
beralasan karena Al-qur’an adalah masdar dari kata dasar Qara’a Yaqra’u yang
artinya membaca. Al-Qur’an dalam Arti membaca ini dipergunakan oleh Al-Qur’an
sendiri.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qiyaamah : 16-18
Artinya:
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al-Qur’an
karena hendak cepat-cepat (menguasai)Nya”
“Sesungguhnya
atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.”
“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah
bacaannya itu.”
Ayat-ayat lain yang senada dengan firman Allah tersebut
diatas dapat kita temukan pada:
Surat Al-a’raf: 204, surat An-nahl: 98, surat Al-isra: 17dan
106, surat Al-muzammil: 20, surat Insyiqaq: 21.
Menurut makna yang terkandung dari ayat diatas Qur’an itu
diartikan sebagai bacaan, yakni kalam Allah yang dibaca dengan berulang-ulang.
Ayat-ayat tadi juga menjadi dalil bahwa kata Al-Qur’an itu sendiri adalah kalam
Allah.
Adapun definisi Al-Qur’an secara istilah (terminologi),
Muhammad Ali Ash-shabuni menulisnya bahwa “Al-qur’an adalah kalam Allah yang
tiada tandingan diturunkan kepada Nabi Muhammad saw penutup para nabi dan rasul
dengan perantaraan malaikat jibril as, dan ditulis pada mushab-mushab yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan suatu ibadah yang dimulai dengan surat Al-fatihah dan
ditutup dengan surat An-Nas.[2]
Bagian yang lain menyebutkan bahwa Al-Qur’an
ialah lafal berbahasa Arab yang diturunkan kepada Muhammad saw yang disampaikan
kepada kita secara mutawatir yang diperintahkan membacanya yang menentang
setiap orang (untuk menyusun walaupun dengan membuat) surat yang terpendek
daripada surat-surat yang ada didalam nya.
Dari dua buah definisi tersebut
dapat disimpulkan, bahwa apa yang disebut Al-Qur’an itu mempunyai
kriteria-kriteria seperti:
a. Al-Qur’an adalah Firman Allah swt
b. Al-Qur’an yang merupakan firman
Allah itu berbahasa Arab, oleh karena itu Al-Qur’an yang ditulis atau
dilafalkan tidak dalam bahasa arab tidakdisebut Al-Qur’an.
c. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw melalui perantaraan malaikat jibril, dengan demikian hadist
bukanlah Al-Qur’an karena Hadist tidak melalui perantaraan Jibril lagi pula
hadist bukanlah Firman Allah yang diucapkan dengan bahasa Nabi sendiri.
d. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan
jalan mutawatir artinya Al-Qur’an yang diterima oleh nabi muhammad dari Allah
melalui Jibril itu. Beliau ajarkan kepada orang banyak pula begitu seterusnya,
sehingga akhirnya sampai kepada kita dari orang banyak kepada orang banyak ini
merupakan jaminan bagi kebenaran/ keautentikan Al-qur’an, sebab tidak mungkin
orang banyak sepakat untuk berdusta. Bukan Al-Qur’an kalau hanya diriwayatkan
oleh seseorang atau beberapa orang saja.
e. Al-qur’an adalah Mukjizat Nabi
Muhammad Saw yang bersifat memberikan tantangan kepada siapapun yang tidak
percaya terhadap kebenaran kewahyuannya. Mereka ditantang untuk menandingi atau
mengalahkan Al-Qur’an, sekalipun hanya dengan membuat satu surat yang paling
pendek, namun tidak mungkin Al-Qur’an dapat ditandingi sebab kalau dapat
ditandingi bukanlah mukjizat namanya.
f. Al-Qur’an ditulis didalam Mush-haf.
Selain Al-Qur’an itu kitab suci yang paling banyak dibaca (artinya memang
bacaan). Ia juga ditulis dalam Mush-hab dan penulisan telah dikerjakan sejak
masa Nabi Muhammad kerena selalu ditulis ini lah Al-Qur’an juga disebut
Al-kitab. Dewasa ini mush-haf Al-Qur’an juga disebut Mush-haf Usmani kerena
penulisannya mengikuti metode Usman Bin Affan.
g. Al-Qur’an diperintahkan untuk dibaca
(selain itu tentunya untuk dipelajari atau diamalkan), kerena perintah, berarti
membaca Al-Qur’an adalah ibadah pahala. Dalam Hadist Riwayat Tarmidzi
diterangkan bahwa, satu huruf Al-Qur’an dibaca, pahalanya berlipapt sampai
sepuluh kali. Hanya Al-Qur’an yang mendapat perlauan istimewa seperti ini.
h. Al-Qur’an diawali dengan surat
Al-fatihah dan di akhiri dengan surat An-Nas. Lampiran-lampiran diluar itu
seperti ilmu tauhid, keterangan-keterangan yang menjelaskan tentang keutamaan
membaca Al-Qur’an, bukanlah Al-Qur’an.
2.
FUNGSI AL-QUR’AN
Sumber ajaran taiap agama adalah
kitab suci, begiitu pula agama islam, Al-Qur’an adalah sember ajaran agama
islam, sumber norma, dan hukum Islam yang pertama dan utama.inilah fungsi utama
Al-Qur’an. Itulah sebabnya Nabi Muhammad Saw. Bersabda didalam Hadist Riwayat
Malik, ‘’sesungguhnya telah kutinggalkan untukmu dua perkara, yang kamu tidak
akan sesat selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul. (HR. Malik).
Al-Qur’an sebaga sumber pertama norma dan hukum islam dapat
dijabarkan kedalam fungsi-fungsi yang lebih rinci;
a.
Al-Qur’an
merupakan petunjuk bagi umat manusia, secara keseluruhan. Yakni petunjuk jalan
yang lurus, petunjuk kebenaran yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
cahaya yang terang.
b.
Al-Qur’an
adalah pembeda antar yang haq dan yang bathil, antara yang benar dan yang
salah atau yang baik dan yang buruk. Fungsi ini sesuai dengan name lain dari
Al-Qur’an Al-furqon (pembeda).‘’Maha besar allah yang menurunkan Al-furqon
kepada kepada hamba-Nya, agar menjadi juru pengingat bagi seluruh alam” (Qs.
Al-furqon: 1). Dan juga seperti surat Ali imran: 3-4, dan Al-baqarah: 185).
c.
Al-Qur’an
berfungsi sebagai peringatan bagi seluruhummat manusia. Fngsi ini juga sesuai
dengan nama lain yang dipakai oleh Al-Qur’an yaitu Adz-Dzikr.“Dan sesungguhnya
Al-Qur’an itubenar-benar menjadi peringatan bagi orang yang bertaqwa”
(Qs.Haqqah: 48) dan juga seperti surah Al-Hijr: 9, surah Shad: 1-29, surah
Yaasin: 69, dan surah Al-An’am: 90.
d.
Al-Qur’an
sebagai obat (penyembuh) bagi penyakit kejiwaan. “Hai manusia, sesungguhnya
telah datang kepadamu pengajaran dari tuhanmu dan obat bagi apa yang ada
didalam hatimu dan petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs.
Yunus: 57). Dan juga seperti surat Al-isra: 82, Qs. Fush-shilat: 44, dan sabda
Nabi yang berbunyi “hendaklah kamu mengambil dua macam obat, yaitu madu dan
Al-Qur’an (HR. Ibnu Majjah Dan Al-Hakim, dari Ibnu Mas’ud, ra.)
e.
Al-Qur’an
merupakan pengajaran atau nasihat (mau’idhah) bagi manusia. “(Al-Qur’an ) ini
adalah keterangan yang jelas bagi manusia dan petunjuk serta pengajaran
(mau’idhah) bagi orang-orng yang bertaqwa” (Qs.Ali-imran: 183). Dan juga
seperti surah yunus :57
f.
Al-Qur’an
adalah korektor bagi kitab-kitab suci yang sebelumnya atau korektor bagi
pengakuan yang dilakukan oleh manusia dalam agama mereka.
g.
Al-Qur’an
merupakan bahan renungan atau pemikiran bagi orang-orang yang mau berpikir
untuk mendapatkan pelajaran yang berharga. (ini adalah) ketik yang kami
turunkan kepada engkau yang penuh berkah agar mereka suka merenungkan
ayat-ayatnya, dan agar orang-orang yang berakal mendapat pelajaran (Qs. Shad:
29) dan juga seperti surat An-nisa: 82, dan Al-mu’minun: 68)
h.
Al-Qur’an
adalah sumber ilmu pengetahuan yang sangat menarik untuk dikaji dan
dipelajari sepanjang masa. Al-Qur’an diturunkan sebagai mukjizat Nabi Muhammad
saw, yaitu mukjizat yang paling besar dari sekalian mukjizat lain yang pernah
ada. Al-Qur’an diturunkan supaya menjadi mukjizat mengembangkan risalah dan
menyampaikan apa-apa yang diterimanya dari tuhan. Untuk itu, Allah menurunkan
Al-Qur’an yang susunan arti hukum-hukum dan pengetahuan yang dibawakannya
mengandung unsur-unsur mukjizat.
3.
BEBERAPA PENDEKATAN MEMAHAMI
AL-QUR’AN
a. Al-Qur’an
Untuk memahami kandungan Al-Qur’an yang luas dan tinggi para
ulama tafsir menggunakan berbagai metode dan corak yang beagam. Para ulam
terdahulu cenderung menggunakan metode talili sebagai mana yang sering ditemui
dalam karya-karya tafsir. metode tahlili merupakan suastu metode yang digunakan
untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat-demi
ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mush-haf
usmani.
Para ahli tafsir mutakhir melahirkan gagasan untuk
mengungkap petunjuk Al-Qur’an terhadap suatu masalah tertentu dengan cara
menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari beberapa surat yang berbicara
tentang topik yang sama untuk kemudian dikaitkan antara satu ayat denngan ayat
lainnya sehingga akhirnya dapat diambil kesimpulan menyeluruh tentang suatu
masalah sesuai petunjuk Al-Qur’an. cara menafsirkan Al-Qur’an bentuk ini
disebut dengan metode maudhu’i.
metode
maudhu’i belakangan ini banyak diminatiahli tafsir, karena metode ini
memudahkan untuk menjawab problematika masyarakat yang komleks dan berkembang
cepat.
1) Menggabungkan antara Riwayat dengan
Dirayah
Prinsip pertama manhaj ini adalah menggabungkan antara
Riwayat dengan Dirayah. jika ada tafsir yang berfokus pada riwayat dan atsar,
dan ada pla yang berfokus pada dirayah dan perenungan pemikiran. maka tafsir
yang paling tepat adalah mensintesiskan antara riwayat dan dirayah, menyatukan
antara dalil manqul (dalil naqli) yang shahih dan hasil pemikiran yang jelas.
dan meracik antara warisan salaf pengetahuan kaum khalaf.
Diantara ulama mutakhir adalah Imam Muhammad Bin Ali
Asy-Syaukani (1250 H) dalam kitabnya Fathul Qadir Al-Jami’ Baina Fannai
Ar-riwayah Wad-dirayah Fit-tafsir.
Dalam
mukkadimah tafsirnya, ia menjelaskan tentang manhaj yang ia pilih, dan
menjelaskan kerakteristiknya. ia berkata bahwa mayoritas mufasir terbagi
menjadi dua kelompok, dan mengikuti dua jalan: kelompok pertama, dalm tafsir mereka hanya memfokuskan
dari pada riwayat, dan merasa cukup dengan mengangkat riwayat ini. kelompok kedua, memusatkan perhatiannya dalam menafsirkan Al-Qur’an pada
pengertian yang diberikan oleh bahasa Arab, dan ilmu-ilmu teknis lainnya dan
tidak memberikan tempat bagi riwayat dengan baik, meskipun mereka mengutipnya
namun mereka tidak mngunggulkannya sama sekali.
2) Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Prinsif kedua manhaj ini adalah menafsirkan Al-Qur’an,
dengan Al-Qur’an kerena Al-Qur’an satu bagian arinya saling membenarkan bagian
lainnya. dan satu bagian menafsirkan bagian lainnya.
3) Tafsir Al-Qur’an dengan sunnah yang
shahih
Shaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Mukaddimah fi ushul tafsir. “Cara penafsiran yang
shahih adalah Al-Qur’an menafsirkan Al-Qur’an. apa yang disebut secara Ijmal
(global) pada suatu tempat diperinci pada tempat lain, dan apa yang disebut
secara simpel pada suatu tempat dijelaskan pada tempat lain.”
Jika
engkau tidak menentukan itu, maka engkau mengambil sunnah, kerena ia adalah
penjelas Al-Qur’an. bahkan, imam syafi’i berkat bahwa seluruh apa yang
dihukumkan oleh Rasullullah saw, adalah dari apa yang beliau dapat dari
Al-Qur’an. Allah swt berfiman Surah An-Nisa :105.
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
pembawa kebenaran, supaya kamu mengadli antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi penentang (orang yang tidak
bersalah). karena membela orang-orang yang khianat.” (QS.An-nisa :105)
4) Mempergunakan tafsir sahabat dan
tabi’in
5) Mengambil kemutlakan bahasa
Al-Qur’an
diturunkan dengan bahasa arab;
Artinya
: Denngan bahasa Arab yang jelas (Asy-syu’ara: 195)
maka
penafsiran wajib disamping melakukan prinsip-prinsip sebelumnya, menafsirkan
lafal
sesuai
dengan pengertian yang diberikan oleh bahasa arab dan penggunaannya, yang
sesuai dengan kaidahnya dan balagah Al-Qur’an menjadi mukjizat.
6)
Memperhatikan
konteks kalimat
Diantara
prinsip yang penting dalam memahami Al-Qur’an dengan baik dan menafsirkannaya
dengan benar adalah memperhatikan konteks ayat ditempatnya dalam surah
Al-Qur’an dan kontek kalimat ditempat dalam ayat. ayat itu harus dikaitkan
dengan konteksnya yang ada. ia tidak boleh diputus hubungannya dengan yang
esebelumny dan yang setelahnya, untuk kemudian diseret untuk memberikan makna
tertentu atau memperkuat hukum tertentu yang dilakukan dengan sengajaoleh orang
yang mempunyai tujuan tertentu.
7) Memperhatikan Asbaabunnuzul (sebab
turunnya ayat)
Diantara
prinsip dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an adalah memperhatikan
asbaabunnuzul. seperti diakui oleh ulama, Al-Qur’an diturunkan pada dua bagian,
bagian pertma, bagan yang diturunkan secara spontan (tanpa dua bagian
tertentu), ia adalah mayoritas isi Al-Qur’an. bagian kedua, diturunkan setelah adanya kejadian tertentu atau adanya pertanyaan. pada
sepanjang masa turunnya wahyu, yaitu 23 tahun.
8) Menjadikan Al-qur’an sebagai rujukan
utama dalam mencari pemahaman.
Orang
yang ingin memahami Al-Qur’an dan menafsirkannya harus mengosongkan diri dari
keyakinan dan pemikiran-pemikiran yang sebelumnya. tidak memaksakan kehendak
dirinya terhadap Al-Qur’an dan menafsirkannya dengan memaksakannya agar sesuai
dengan pendapat dan kehendaknya dan megarahkannya untuk memperkuat keyakinan
yang ia anut, pemikiran yang ia Adopsi atau mazhab yang ia ikuti.
4.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ULUMUL
QUR’AN
Dari definisi-defisnisi diatas dapat
dapat dipahami bahwa Ulumul Qur’an adalah suatu ilmu yang mempelajari ruang
lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada
kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun
ilmu-ilmu bahasa arab, seperti balagah dan ilmu i’rab Al-Qur’an, ilmu-ilmu yang
tersebut definisi ini berupa ilmu tentang sebab turun ayat-ayat Al-Qur’an,
urutan-urutannya, pengumulannya, penulisananya, qira’atnya, tafsirnya,
kemukjizatannya, nasikh, dan mansukhnya ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, ayat
muhkamah dan mutasyabidiyah, hanyalah sebagai pembahasan pokok Ulumul Qur’an.
Demikian luas ruang lingkup kajian
Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikan seperti luas yang tak
terbatas. Al-Suyuthi memperluasnya sehingga memasukan astronomi, ilmu ukur,
kedokteran, dan sebagainya kedalam pembahasan Ulumul Qur’an. Kemudian dia
mengutip Abu Bakar Ibnu Al-Arabi yang mengatakan bawa Ulumul Qur’an terdiri
dari 77.450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat didalam
Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata didalam al-Quran
mengandung makna zahir, batin, terbatas dan tak terbatas. Perhitungan ini masih
dilihat dari sudut mufradatnya (kata-katanya). Adapun jika dilihat dari sudut
hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Namu
demikian, Ash-Shiddiq yang mengandung segala macam pembahasan Ulumul Qur’an itu
kembali kepada beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut :
Pertama, persoalan Nuzul. Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan
dimekkah, yang disebut dengan makkiyah. Ayat-ayat yang diturunkan dimadinah
disebut madaniyyah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada dikampung
disebut Hadhariah. Ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada dalam
perjalanan disebut safariyah, ayat- ayat yang diturunkan disiang hari disebut
Nahariyah, ayat-ayat yang diturunkan di malam hari disebut lailiyah, dan yang
diturunkan ketika nabi ditempat tidur disebut firasyiah, yang diturunkan
dimusim dingin disebut syitaih, yang diturunkan dimusim panas disebut
syaifiyah.
Persoalan ini juga meliputi hal yang
menyangkut sebab turunnya ayat. Yang mula-mula turun, yang terakhir turun, yang
berulang-ulang turun, yang turun terpisah-pisah, yang turun sekaligus, yang
pernah diturunkan kepada seorang Nabi, dan yang belum pernah turun sama sekali.
Kedua,
persoalan sanad, persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad
yang mutawattir, yang ahad, bentuk-bentuk qira’at nabi, para penulis ayat dan
penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga,
persoalan ada Al-Qira’ah (cara
membaca Al-Qur’an ), hal ini mengangkat waqt (cara berhenti), ibtida’ (cara
memulai), imalah madd (bacaan yang panjang), takhfif hamzanh (meringankan
bacaan hamzah), idgam (memasukan bunyi huruf yang sakin kepada huruf
sesudahnya).
Keempat,
pembaasan yang menyangkut lafal
Al-Qur’an yaitu tetang yang gharib (pelih), mu’rab (menerima perubahan akhir
kata), majas (mutafara), musytarah (lafal yang mengan dung lebih dari satu
makna), muradif (sinonim), isti’arah (metapora), dan tasybih (penyerupaan).
Kelima,
persoalaan Al-Qur’an yang bersangkutan
dengan hukum yaitu yat yang bermakna, amm (umum), dan tetap dalam keumumannya,
amm (umum) yang dimaksudkan khusus. Amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah,
yang nash, yang zahir, yang mujmal (bersifat global), yang mufashashal
(dirinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang mafthum
(makna yang berdasarkan pemahaman mutlaq terbatas).
Keenam, persoalan makna Al-Qur’an yang
berhubungan dengan lafal, yaitu fashl (pisah), washl (hubungan), Ijas
(singkat), Ithnab (panjang), Musawah (sama) dan Qashr (pendek).
Menurut T. Hasbi Ash-Shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu
Al-Qur’an yang terpokok.
1.
Ilmu
Mawathin An-Nuzul: ilmu ini menerangkan tempat-tempat turunnya ayat, masanya,
awalnya, dan akhirnya.
2.
Ilmu
Tawarikh An-Nuzul; ilmu ini menjelaskan masa turunnya ayat dan urutan turunnya
satu persatu, dari permulaan turunya sampai akhirnya serta urutan turunanya
surah dengan sempurna.
3.
Ilmu
Ashad Al-Nuzul; ilmu ini menjelaskan sebab-sebab urunnya ayat.
4.
Ilmu
Qira’at; ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan.
5.
Ilmu
Tajwid; ilmu ini menerangkan cara membaca al-Quran dengan baik.
6.
Ilmu
Gharib Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak
terdapat dalam kamus-kamus bahasa arab yang biasa atau tidak trdapat dalam
percakapan sehari-hari.
7.
Ilmu
I’rab Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan baris kata-kata al-Quran dan kedudukannya
dalam susunan kalimat.
8.
Ilmu
Wujuh Wa Al-Nasa’ir; ilmu ini menerangkan kata-kata al-Quran yang mengandung
banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9.
Ilmu
Ma’rifat Al-Muhkam Wa Al-Mutasyabih; ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang
dipandang muhkam (jelas maknanya) dan mutasyabih (samar maknanya, perlu
ditakwilkan).
10.
Ilmu
Nasikh Wa Al-Mansukh; ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansyukh
(yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11.
Imu
Bada’i Al-Qur’an ; ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an
dari sudut kesusastraannya, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12.
Ilmu
I’jaz Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat
al-Quran sehingga dapat membungkamkan para sastrawan Arab.
13.
Ilmu
Tanasub Ayat Al-Qur’an ; ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara
satu ayat dan ayat didepan dan yang dibelakangnya.
14.
Ilmu
aqsam Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan yang
terdapat dalam Al-Qur’an.
15.
Ilmu
Amtsal Al-Qur’an; ilmu ini menerangkan maksud perumpamaan-perumpamaan yang
dikemukakan oleh Al-Qur’an.
16.
Ilmu
Jidal Al-Qur’an; ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan
bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kaum musyrik yang tidak bersedia
menerima kebenaran dari tuhan.
17.
Ilmu
Adab Al-Qur’an; ilmu ini memaparkan tata cara dan kesopanan yang harus diikuti
ketika membaca Al-Qur’an.
B.
HADIST SEBAGAI SUMBER AGAMA
ISLAM
1.
PENGERTIAN HADIST
Hadist atau Al-Hadist menurut bahasa Al-Jadid
yang artinya sesuatu yang baru lawan dari Al-Qadim (lama) artinya yang berarti
menunjukan kepada waktu yang dekat atau waktu singkat. Hadist juga sering
disebut dengan Al-Khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadist.
Hadist dengan pengertian khabar sebagaimana tersebut diatas dapat dilihat pada
beberapa ayat Al-qur’an seperti Qs.At-thur (52):34, Qs.Al-kahfi (18):6, dan
Qs.Ad-dhuha (93):11.
Sedangkan menurut istlah
(terminologi), para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin
ilmunya. Seperti pengertian hadist menurut ahli ushul akan bebeda dengan
pengertian yang diberikan oleh ahli hadist. menurut ahli hadist, pengertian
hadist ialah :
“segala
perkataan nabi, perbuatan dan ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah
segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik sejarah kelahiran
dan kebiasaan-kebiasaannya. Ada juga yang memberikan pengertian lain:” sesuatu
yang disandarkan kepada nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifat beliau’’. Segabian muhaddisin berpendapat bahwa peengertian hadist
diatas merupakan pengertian yang sempit dan menurut mereka hadist mempunyai
cakupan pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang disandarkan
kepada nabi saw (hadist marfu) saja, melainkan termasuk juga yang
disandarkan kepada para sahabat (hadist mauquf) dan tabi’in (hadist maqtu’).
Para pakar islam membagi dua
kehidupan Nabi Muhammad saw, atas dua bagian yaitu: pertama, kehidupan beliau
sebelum menerima wahyu, mulai dari bayi, kanak-kanak, kemudian dewasa (baligh)
sampai batas usia 40 tahun. Kedua, kehidupan Nabi Muhammad saw mulai dari
menerima wahyupertam digoa hiro dalam usia kematangan sampai beliau wafat pada
usia 63 tahun. Namun demikian, perkataan, perbuatan dan sikap beliau sepanjang
hari sejak kecil hingga dewasa terpuji, sehingga kalangan sahabat dan kerabat
beliau diberi gelar sebagai Al-amin (dapat dipercaya) kehadirannya kedunia ini
bagaikan rahmatan lil alamin.
Nabi Muhammad sendiri semasa
hidupnya memang melarang para sahabat beliau mencatat perilaku beliau kecuali
hal-hal yang beliau katakan sebagai wahyu, hal ini untuk mencegah kerancuan
antara hadist dengan Al-qur’an, namun kemudian para ahhli sejarah kembali
menghimpunnya, baik dikalangan sunni maupun syiah.
Menurut Ahli Hadist, pengertan
Hadist adalah segala perkataan nabi muhammad saw, perbuatan dan ihwalnya,.
Adapun yang dimaksud dengan ihwal adalah segala yang diriwayatkan oleh Nabi
Muhammad saw yang berkaitan dengan himmah, kerakteristik, sejarah kelahiran,
dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sebagai muhaddisin berpendapat bahwa
pengertian haist diatas merupakan pengertian yang sempit, menurut mereka,
hadist hadist mempunyai cakupan pengertian yang sangat luas, tidak terbatas
pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw (hadist marfu’) saja, melainkan
termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadist maukuf), dan tabi’in
(hadist maqti’), sebagai mana yang disebut oleh Al-tarmizi;
‘’bahwasanya hadist itu bukan hanya
untuk sesuatu yang marfu,yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw,
melainkan bisa juga untuk sesuatu yang maukuf yang disandarkan kepada sahabat,
dan yang maqtu’ yang disandarkan kepada tabi’in”
Menurut para ulama ushul fiqh,
pengertian hadist menurut istilah ialah segala perbuatan, perkataan, taqrir
Nabi muhammad saw yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
Yang dimaksud dengan taqrir disini
ialah membenarkannya Nabi muhammad saw terhadap perbuata seorang sahabat yang
dilakukan dihadapan beliau, atau yang diberitahukan kepada beliau tetapi beliau
sendiri tidak menegur atau menyalahkannya.
Hadist juga disebut Sunnah, bahkan
menurut jumhur ulama, sunnah merupakan Muradif (sinonim) dari hadist. Sunnah
menurut bahasa mempunyai beberapa arti, seperti jalan yang terpuji, jalan
atau cara yang dibiasakan, kebalikan dari bid’ah serta apa yang diperbuat oleh
sahabat, baik ada dasar dari dalam al-Quran, hadist, atau tidak.
Sunnah menurut istilah, sebagaimana
yang dirumuskan oleh ulama ahli hadist ialah segala yang dipindahkan dari
Nabi Muhammad Saw, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun taqrir, pengajaran,
sifat, kelakuan, perjalanan hidup, dan baik yang demikian itu terjadi sebelum
masa kenabian atau sesudahnya. Sunnah dalam pengertian inilah, menurut jumhur
ulama hadist yang merupakan muradif dari hadist.
Menurut rumusan ulama ushul fiqh,
sunnah menurut istilah ialah segala yang dipindahkan dari Nabi Muhammad saw,
baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir, yang mempunyai kaitan hukum.
2.
BENTUK-BENTUK HADIST
a. Hadist Qudsiy
Hadist qudsiy ialah hadist yang
disampaikan oleh rasullullah saw kepada para sahabat dalam bentuk wahyu,
akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat Al-Qur’an.
Ciri-ciri hadist qudsiy:
1) Ada redaksi hadist qala-yaqulu
allahu
2) Ada redaksi fi ma rawa/ yarwihi
‘anillahi fabaraku wata’ala
3) Redaksi lain yang semakna dengan
redaksi diatas, setelah selesai menyebut rawi yang menjadi sumber pertamanya,
yakni sahabat. Contoh hadist qudsiy.
“Dari Abi Dzar, dari Nabi saw, Allah swt berfirman :”wahai
hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharamkan kedzaliman pada diri-Ku, (lebih kerena
itu) Aku menjadikannya diantara kamu sekalian hal-hal yang diharamkan, maka
dari itu janganlah kalian berbuat dzalim” (HR. Muslim).
b. Hadist Qauli
Hadist qauli adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan atau pun ucapan
yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan
dengan aqidah, syariah, akhlak, atau lainnya.
c. Hadist Fi’li
Yang
dimaksud dengan fi’li ialah segala yang disandarkan kepada Nabi saw berupa
perbuatannya yang sampai kepada kita. Seperti hadist tentang shalat atau haji.
d. Hadist Taqriri
Hadist taqriri adalah segala yang berupa ketetapan
Nabi saw terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Nabi saw membiarkan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat
baik megenai pelakunya maupun perbuatannya.
e. Hadist Hammi
Hadist hammi adalah hadist yang berupa keinginan Nabi saw yang belum
terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa 9 Asyura, didalam
riwayat Ibnu Abbas, disebutkan;
“Ketika
Nabi Saw berpuasa pada hari asyura dan memerintahkan para sahabat untuk
berpuasa, mereka berkata ,: Ya Rasullullah hari ini adalah hari yang diagungkan
oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, Nabi Bersabda, “tahun yang akan
datang insya’allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR. Muslim
dan Abu Daud). Nabi Muhammad Saw belum sempat merealisasikan keinginannya,
kerena beliau wafat sebelum bulan Asyura. menurut imam Syafi’i dan para
pengikutnya, menjalankan hadst ini disunnahkan sebagaimana sunah-sunah lainnya.
f. Hadist Ahwali
Yang
dimaksud hadist ahwali adalah hadist yang berupa hal ihwal Nabi Saw yang
menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. tentang keadaan fisik
Nabi Muhammad Saw dalam beberapa hadist disebutkan bahwa tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah. sebagaimana yang dikatakan oleh Al-bara dalam sebuah
hadist riwayat bukhari sebagai berikut : “Rasullullah saw adalah manusia yang
sebaik-baik rupa dan tubuh, keadaan fisiknya tidak terlalu tinggi dan pendek.”
(HR. Bukhari).
3.
Unsur-unsur Hadist
a. Sanad
Sanad
menurut bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sandaran. sedangkan menurut
istilah terdapat perbedaan rumusan pengertian. Al-badru Bin Jama’ah dan
Al-thiby menyatakan bahwa sanad adalah berita tentang jalan matan. dan ada juga
yang menyatakan silsilah para perawi yang memikulkan hadist dari sumbernya yang
pertama.
b. Matan
Matan
menurut bahasa mairtafa’amin al-ardhi
(tanah yang ditinggalkan), sedangkan menurut istilah adalah suatu kalimat
tempat berakhirnya sanad. Ada juga yang menyebutkan bahwa matan adalah
lafadz-lafadz yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. Dari semua
pengertian tersebut menunjukan bahwa yang dimaksud dengan matan adalah materi
atau lafadz hadist itu sediri.
c. Rawi
Rawi
berarti orang yang meriwayatkan atau memberikan hadist.
4.
Fungsi Hadist Terhadap Al-Quran
Dalam kitab suci al-Quran terdapat
ayat-ayat yang tidak jelas maksudnya. ayat-ayat yang sepert ini memerlukan
penjelasan. Penjelasan diberikan oleh Rasullullah saw, melalui hadist
/sunnah-sunnahnya. Oleh kerena itu fungsi hadist terhadap al-Quran ialah lil bayan
atau untuk memeberikan penjelasan.
meurut pendapat sy-syafi’i, ada lima macam bayan atau
penjelasan yang diberikan oleh hadist kepada al-Quran, yaitu:
a.
Bayan
tafshil : penjelasan untuk menjelaskan ayat-ayat mujmal atau ayat-ayat yang
sangat ringkas petunjuknya.
b.
Bayan
takhshish : penjelasan untuk menentukan suatu dari ayat yang sangat umu
sifatnya.
c.
Bayan
ta’yin : penjelasan untuk menentukan mana yang sesungguhnya dimaksud dari dua
atau tiga erkara yang mungkin dimaksudkan.
d.
Bayan
tasyri’ : penjelasan yang bersifat menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat
dalam al-Quran.Bayan nasakh : penjelasan untuk menentukan mana yang mengganti
dan yang mana yang diganti dari ayat-ayat yang terlihat seperti berlawanan.
5.
Beberapa petunjuk dan ketentuan umum
dalam memahami hadist
a.
Memahami
hadist sesuai petunjuk Al-Qur’an
b.
Menghimpun
hadist-hadist yang terjalin dalam tema yang sama
c.
Menggabungkan
antara hadist-hadist yang tampaknya bertentangan
d.
Memahami
hadist dengan mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya serta
tujuannya ketika di ucapkan
e.
Membedakan
antara sarana yang berubah-ubah dan sasaran yang tetap.
f.
Membedakan
antara ucapan yang bermakna sebenarnya dan yang bersifat majas (kiasan) dalam
memahami hadist.
g.
Memastikan
makna dan konotasi kata-kata dalam hadis
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Al-Quran dan al-hadist adalah
sebagai sumber ajaran agama islam yang telah ditinggalkan oleh rasullullah saw,
yang merupakan segala macam cara untuk memecahkan semua permasalahan yang ada
sepanjang hidup manusia.Pengertian alqur’an adalah kallam Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Untuk disampaikan kepada seluruh ummt manusia sampai
akhir zaman nanti. Selain sebagai sumber ilmu pengetahuan, al-Quran juga
sebagai peringatan bagi ummat manusia, juga sebagai pembeda atas Nabi Muhammad
terhadap Nabi-Nabi sebelumnya.
Sedangkan Al-hadist adalah segala
sesuatuyg mengenai perbuatan maupun perkataan Rasullullah saw dan yang
menyangkut hal ihwalnya. Hadis terdiri dari beberapa unsur diantaranya; sanad, matan dan rawi. Adapun kegunaan dari hadist itu sendiri adalah: untuk
menjelaskan ayat-ayat al-Quran yang penjelasannya bersifat umum.
B.
SARAN
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa didalam makalah
ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kami mohon maaf. Dan kami
sangat berharap atas kritikan dan saran yang bersifat membangun. mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan khususnya bagi kami sebagai
penulis.
No comments:
Post a Comment