A. MEMAHAMI (ADAB)
BERPAKAIAN,BERHIAS,PERJALANAN,BERTAMU,DAN MENERIMA TAMU
1. Akhlak Berpakaian
Pakaian (jawa : sandang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang
sesuai dengan situasi dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian memiliki
manfaat yang sangat besar bagi kehidupan seorang, guna melindungi tubuh dari
semua kemungkinan yang merusak ataupun yang menimbulkan rasa sakit. Dalam
Bahasa Arab pakaian disebut dengan kata "Libaasun-tsiyaabun". Dan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pakaian diartikan sebagai "barang apa
yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa baju, jaket, celana, sarung,
selendang, kerudung, jubah, surban dan lain sebagainya.Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam bebagai ukuran dan modenya berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain), yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Tujuan bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun batasan ukuran untuk mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan menurut ketentuan agama lebih mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum syari'at dengan tujuan untuk berribadah dan mencari ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M, Khamzah, 2008 : 30).
Bentuk Akhlak Berpakaian
Dalam pandangan Islam pakaian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu : pertama, pakaian untuk menutupi auot tubuh sebagai realisasi dai perintah Allah bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup di bawah lutut dan di atas pusar. Standar pakaian seperti ini dalam perkembangannya telah melahirkan kebudayaan berpakaian bersahaja sopan dan santun serta menghindarkan manusia dari gangguan dan eksploitasi aurat. Sedangkan yang kdua, pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai konsekuensi perkmbangan peradaban manusia.
Berpakaian dalam pengertian untuk menutup aurat, dalam Syari'at Islam mempunyai ketentuan yang jelas, baik ukuran aurat yang harus ditutup atau pun jenis pakaian yang digunakan untuk menutupnya. Bepakaian yang menutup aurat juga menjadi bagian intgral dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah shalat atau pun haji dan umrah. Karena itu setiap orang beriman baik pria atau pun wanita memiliki kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat.
Sedangkan pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan yang menyatakan identitas diri, sesuai dengan adaptasi dan tradisi dalam berpakaian, merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan berpakaian menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan pakaian sebagai pehiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan untuk mengekspresikan keinginan mengembangkan bebagai mode pakaian menurut fungsi dan momentumnya namun dalam agama harus tetap pada nilai-nilai dan koridor yang telah digaiskan dalam Islam.
Pakaian yang berfungsi menutup aurat pada wanita diknal dengan istilah jilbab, dalam bahasa sehari-hari jilbab mengangkut segala macam jenis selendang atau kerudung yang menutupi kepala (kecuali muka), leher, punggung dan dada wanita. Dengan pengertian seperti itu selendang yang masih mmperlihatkan sebagian rambut atau leher tidaklah dinamai jilbab.
Dalam kamus Bahasa Arab, Al-Mu'jam al-Wasith, jilbab di samping dipahami dalam arti di atas juga digunakan secara umum untuk segala jenis pakaian yang dalam (gamis, long dress, kebaya) dan pakaian wanita bagian luar yang menutupi semua tubuhnya seperti halnya mantel, jas panjang. Dengan pengertian seperti itu jilbab bisa diartikan dengan busana muslimah dalam hal ini secara khusus berarti selendang atau kerudung yang berfungsi menutupi aurat.
Karena itu hanya muka dan telapak tangan yang boleh diperlihatkan kepada umum. Selain itu haram diperrlihatkan kecuali kepada beberapa orang masuk kategori mahram atau maharim dan tentu saja kepada suaminya. Antara suami istri tidak ada batasan aurat sama sekali secara fiqih. Tetapi dengan maharim yang boleh terlihat hanyalah aurat kecil (leher ke atas, tangan dan lutut ke bawah). Busana muslimah haruslah memenuhi kriteria berikut ini :
1. Tidak jarang dan ketat
2. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
3. Tidak menyerupai busana khusus non-muslim
4. Pantas dan sederhana (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 30)
Nilai Positif Akhlak Berpakaian
Setiap muslim diwajibkan untuk memakai pakaian, yang tidak hanya berfungsi sebagai menutup auat dan hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan terluar dari tubuh kita. Kulit befungsi sebagai pelindung dari krusakan-kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran kuman-kuman, panas zat kimia dan lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan penggunaan bahan, hendaknya pakaian terbuat darri bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, karena memudahkan terjadinya penguapan keringat, dan untuk menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian harus bersih dan secara rutin dicuci setelah dipakai supaya terbebas dari kuman, bakteri ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Sehingga bila hendak menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih (bukan berarti mewah). Hal ini sesuai fiman Allah dalam Surat al-A'raf/7 : 31.
يَبَنِى أَدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوا وَلاَ تُسْرِفُوْا ج اِنَّهُ, لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Artinya : "Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan, minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Q.S Al-A'raf/7 : 31)
Islam mengajak manusia untuk hidup secaa wajar, berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.
Ketentuan dan kriteria busana muslimah menurut Al-Qur'an dan Sunnah memang lebih ketat dibanding ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur oleh Al-Qur'an dan Sunnah diserahkan kepada pilihan masing-masing, misalnya masalah warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya, pilihan warna dan mode akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan peradaban umat manusia. Karena itu apapun model busanya, maka haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 32)
Membiasakan Akhlak Berpakaian
Merujuk pada realita di lapangan, manusia dalam berbagai tingkat statifikasi dan levelnya tetap akan mengenakan pakaian sebagai kebutuhan untuk melindungi diri ataupun memperelok diri. Jenis pakaian yang dikenakan setiap orang mencerminkan identitas seorang sesuai dengan tingkat peradaban yang berkembang. Karena itu pakaian yang dikenakan setiap orang pada zaman modern cukup beragam baik bahan ataupun modenya. Agama Islam memerintahkan pemeluknya agar berpakaian yang baik dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Terutama apabila kita akan melakukan ibadah shalat, maka seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih Islam mengajak manusia untuk hidup secara wajar, berpakaian secara wajar, makan minum juga jangan kurang dan jangan berlebihan.
Islam telah menggariskan aturan-aturan yang jelas dalam berpakaian yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berbusana. Seorang muslim atau muslimah diwajibkan untuk memakai busana sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam aturan. Tidak dibenarkan seorang muslim atau muslimah memakai busana hanya berdasarkan kesenangan, mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan. Karena sesungguhnya hanya orang munafiq, yang suka meninggalkan ketentuan berpakaian yang sudah diatur agama yang diyakini kebenarannya, akibat mereka yang mengabaikan ketentuan akan mendapatkan azab di hadapan Allah kelak di akhirat. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah 2008 : 32)
2). AKHLAK BERHIAS
Pengetian Akhlak Berhias
Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini (modern), berhias adalah kebutuhan dasar untuk memperindah penampilan diri, baik di lingkungan rumah ataupun di luar rumah. Berhias adalah bentuk ekspesi personal, yang menegaskan jati diri dan menajdi kebanggaan seseorang. Berhias dalam Bahasa Arab disebut dengan kata "Zayyana-yazayyini (QS. Al-Nisa') 'Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diarttikan : "Usaha memperelok diri dengan pakaian ataupun lainnya yang indah-indah, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik"
Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk memperindah diri dengan berbagai busana, asesoris ataupun yang lain dan dapat memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi yang menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dipahami pada pada hakekat berhias itu dapat dikategorikan akhlak terpuji, sebagai perbuatan yang dibolehkan bahkan dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. (QS. Al-A'raf : 31).
Dalam sebuah Hadist Nabi saw bersabda :
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالِ (رواه مسلم)
Artinya : Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan (HR. Muslim)
Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan pelakunya menjadi insane yang lebih baik (muttaqin). (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008 : 33).
Bentuk Akhlak Berhias
Berhias merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan pakaian merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam Islam memiliki fungsi hiasan yaitu untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak sekadar membutuhkan pakaian penutup aurat, tetapi juga busana yang memperelok pemakainya.
Pada masyarakat yang sudah maju peradabannya, mode pakaian ataupun berdandan mmperoleh perhatian lebih besar. Jilbab, dalam konteks ini, menjalankan fungsinya sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya sebagai penutup aurat, namun juga memberikan keelokan dan keindahan bagi pemakainya untuk mempercantik dirinya.
Berhias dalam ajaran Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi mencakup keseluruhan piranti (alat) aksesoris yang lazim digunakan untuk mempercantik diri, mulai dari kalung, gelang, arloji, anting-anting, bross dan lainnya. Di samping itu dalam kehidupan modern, berhias juga mencakup penggunaan bahan ataupun alat tertentu untuk melengkapi dandanan dan penampilan mulai dari bedak, make-up, semir rambut, parfum, wewangian dan sejenisnya.
Agama Islam telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar setiap muslim mengindahkan kaidah berhias yang meliputi :
1. Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2. Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama
3. Dilarang berhias dengan menggunakan simbol-simbol non muslim (salib dll)
4. Tidak berlebih-lebihan
5. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis kelamin
7. Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun riya'
Islam telah memberikan batasan-batasan yang jelas agar manusia tidak tertimpa bencana karena nalurinya yang cenderung mengikuti hawa nafsunya. Sebab seringkali naluri manusia berubah menjadi nafsu liar yang menyesatkan dan akan menimbulkan bencana bagi kehidupan manusia. Agama Islam memberi batasan dalam etika berhias, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah berikut :
وَقَرْنَ فِى بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ اْلجَهِلِيَّةِ اْلأُوْلىَ وَأَقِمْنَ الصَّلَوةَ وَأَتِيْنَ الزَّكَوةَ وَأَطِعْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ج إِنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا (23)
33. dan hendaklah kamu tetap di rumahmu (1215) dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu (1216) dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (1217)dan membersihkan kamu sebersih-besihnya. (QS. Al-ahzab/33 : 33)
(1215) Maksudnya : istri-istri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
(1216) yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum Nabi Muhammad saw dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.
(1217) Ahlul bait disini, yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah saw
Larangan Allah dalam ayat tersebut di atas, secara khusus ditujukan kepada wanita-wanita muslimah, agar mereka tidak berpenampilan (tabarruj)seperti orang-orang jahiliyah zaman Nabi dahulu. Berangkat dari pengalaman sejarah masa lalu, maka seorang muslim harus berhati-hati dalam berhias. Sebab jika seorang muslim sembarangan dalam berhias, maka akan terjebak dalam perangkat setan. Ketauhilah bahwa setan memasang perangkap di setiap sudut kehidupan manusa. Tujuannya tentu saja untuk menjebak manusia agar menjadi sahabat setianya. (Roli A. Rahman dan M. Khamzah, 2008 : 34)
Nilai Positif Akhlak Berhias
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur manusia dalam segala aspeknya. Ajaran Islam bukannya hanya mengatur hubungan vertikal manusia (hablum minallah), tetapi juga hubungan horizontal dengan sesamanya (hablum minannas). Karena itulah antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna, Islam mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana cara makan, minum, tidur, sampai bagaimana cara mengabdi kepada sang khalik.
Dalam masalah berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berhias (berdandan). Seorang muslim atau muslimah dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya mementingkan mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan
3.AKHLAK PERJALANAN (SAFAR)
1. Pengertian Akhlak Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata “Rihlah atau – Safar” dalam kamus besar Bahasa Indonesia perjalanan diartikan ; “perihal” (cara, gerakan, dsb) Berjalan atau berpergian dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Dalam Al Qur’an Surah Al Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan tradisi masyarakat Arab yang suka melakukan perjalananpada musim tertentu untuk berbagai keperluan. Karena itu tidak heran jika Islam sebagai satu – satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari suatu perjalanan. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 37)
2. Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk mencari Ridho Allah. Diantara jenis perjalanan (Safar) yang dianjurkan dalam Islam yaitu pergi Haji, Umroh, menyambung silaturahmi , menuntut Ilmu, berdakwah, berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah dll. Perjalanan (Safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan merefreshing kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam menjalani suatu aktifitas.
Sebagai pedoman Islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan yaitu :
1. Bermusyawarah dan shalat Istikharah
2. Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
3. Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum, cebok dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan Rasulullah
4. Menyertakan Istri ataupun anggota keluarga
5. Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
6. Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
7. Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
8. Mohon pamitan pada keluarga dan handai taolan serta mohon do’a
3. Nilai positif Akhlak Perjalanan
Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu:
1. Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
2. Safar menjadi sarana bagi sesorang untuk memperoleh tambahan pengalaman
3. Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan
4. Dengan Safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adapt kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat.
5. Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan mulia. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 37)
1. Pengertian Akhlak Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata “Rihlah atau – Safar” dalam kamus besar Bahasa Indonesia perjalanan diartikan ; “perihal” (cara, gerakan, dsb) Berjalan atau berpergian dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada tempat tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Dalam Al Qur’an Surah Al Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan tradisi masyarakat Arab yang suka melakukan perjalananpada musim tertentu untuk berbagai keperluan. Karena itu tidak heran jika Islam sebagai satu – satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari suatu perjalanan. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 37)
2. Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam mengajarkan agar setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk mencari Ridho Allah. Diantara jenis perjalanan (Safar) yang dianjurkan dalam Islam yaitu pergi Haji, Umroh, menyambung silaturahmi , menuntut Ilmu, berdakwah, berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah dll. Perjalanan (Safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan merefreshing kondisi jasmani dan rohani dari kelelahan dan kepenatan dalam menjalani suatu aktifitas.
Sebagai pedoman Islam mengajarkan adab dalam melakukan perjalanan yaitu :
1. Bermusyawarah dan shalat Istikharah
2. Mengembalikan hak dan amanat kepada pemiliknya
3. Membawa 6 benda : gunting, siwak, tempat celak, tempat air minum, cebok dan wudhu. Hal tersebut disunnahkan Rasulullah
4. Menyertakan Istri ataupun anggota keluarga
5. Wanita menyertakan teman atau muhrimnya
6. Memiliki kawan pendamping yang shalih dan shalihah
7. Mengangkat pemimpin atau ketua rombongan
8. Mohon pamitan pada keluarga dan handai taolan serta mohon do’a
3. Nilai positif Akhlak Perjalanan
Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu:
1. Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
2. Safar menjadi sarana bagi sesorang untuk memperoleh tambahan pengalaman
3. Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan
4. Dengan Safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adapt kesopanan yang berkembang pada suatu komunitas masyarakat.
5. Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan mulia. (Roli A. Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 37)
4.AKHLAK
BERTAMU
1. Pengertian Akhlak Bertamu
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu dalam bahaa Arab disebut dengankata ( ) “Ataa liziyaroti, atau ( - ) Iatadloofa-Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia, bertamu diartikan ; “dating berkunjung kerumah seorang teman atupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”. Ecara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah ahabat, kerabat atau[un orang lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemalahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi.
2. Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah berfirman: Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”(.S. an-Nur/24/27).
Berdasarkan iyarat al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta izin, baru kemudian mengucapkan salam. Sedangkan menurut mayoritas ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut Rasululluh aw, meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disamping meminta izin dan mengucapkan alam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
1. Jangan bertamu sembarangan waktu.
2. Kalau diteima bertamu, jangan selalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan seleai segeralah pulang.
3. Jangan melakukan kegiatang yang membuat tuan rumah terganggu.
4. Kalau diuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah saw. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah sebaiknya berbuka puasanya untuk menghormati jamuan.
5. Hendaklah pamid pada waktu mau pulang.
3. Nilai positif Akhlak Bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
Dengan bertamu ataupun bertangang, seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan terhadap seamanya.
Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.
1. Pengertian Akhlak Bertamu
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang, karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu dalam bahaa Arab disebut dengankata ( ) “Ataa liziyaroti, atau ( - ) Iatadloofa-Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia, bertamu diartikan ; “dating berkunjung kerumah seorang teman atupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”. Ecara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah ahabat, kerabat atau[un orang lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemalahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun perahabatan. Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi.
2. Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah berfirman: Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.”(.S. an-Nur/24/27).
Berdasarkan iyarat al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta izin, baru kemudian mengucapkan salam. Sedangkan menurut mayoritas ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut Rasululluh aw, meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disamping meminta izin dan mengucapkan alam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
1. Jangan bertamu sembarangan waktu.
2. Kalau diteima bertamu, jangan selalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan seleai segeralah pulang.
3. Jangan melakukan kegiatang yang membuat tuan rumah terganggu.
4. Kalau diuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah saw. Menganjurkan kepada orang yang berpuasa sunnah sebaiknya berbuka puasanya untuk menghormati jamuan.
5. Hendaklah pamid pada waktu mau pulang.
3. Nilai positif Akhlak Bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan kekerasan.
Dengan bertamu ataupun bertangang, seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan terhadap seamanya.
Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan mesyarakat yang bermartabat.
5.AKHLAK MENERIMA TAMU
1. Pengertian Akhlah Menerima Tamu
Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan; “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan menurut adapt ataupun agama dengan meksud yang menyenagkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmad dan rida dari Allah.
2. Bentuk Akhlak Menerima Tamu
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertau telah dijamun hak-haknya dalam islam.karena itu menghormati tamu merupakan perhatian yang mendatangkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Setiap muslim wajib memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan statu social ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka menis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk ditempat yang baik. Kalau perlu, disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selau dijaga kerapian dan kelestariannya.
Kalau tamu dating dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya mekimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunyaatau tidak. Menurut Rasulullah saw menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.
3. Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu
Setiap oaring islam telah diikat oleh suetu tata aturan supaya hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesame manusia.
Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah.
Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.
B. MENGANALISIS SIFAT UTAMA FATIMAH AZ ZAHRA BINTI
RASULULLAH S.A.W DAN UWAS AL QAR’NI.
FATIMAH
AZ ZAHRA
Kebutuhan terhadap sosok atau figur
untuk diteladani adalah naluri alamiah yang ada dalam diri tiap manusia. Hal
itu merupakan jalan manusia menuju kesempurnaan dan kebahagiaan.
Demikian disampaikan Ustad Ahmad
Hidayat dalam peringatan Haul Sayyidah Fatimah Az-Zahra as pada hari Jumat
(4/2) lalu bertempat di kantor Dana Mustadhafin, Duren Tiga Jakarta Selatan.
Ustad Ahmad menilai, seringkali
orang keliru dalam memilih figur yang dimaksudkan. Ada satu hal yang sering
dilupakan bahwa ketika seseorang mencari figur idola sebenarnya ia ingin
merefleksikan dirinya seperti orang yang hendak dijadikannya teladan terbaik
dalam hidupnya. Namun demikian, banyak orang memaknainya sebatas material saja.
Padahal bukan itu yang dibutuhkan naluri.
Banyak orang misalnya menjadikan
artis sebagai figur idola karena kecantikannya, kepandaian berakting, dan
sebagainya. Bahkan ada yang sampai histeris seperti merasakan puncak
kebahagiaan ketika bertemu dengan artis yang diidolakannya itu. Inilah yang
disebut sebagai menilai figur secara materialnya saja.
Adapun sosok Fatimah Az-Zahra as
adalah tipe manusia yang tidak saja menjadi simbol bagi kaum perempuan. Namun
simbol bagi manusia dan kemanusiaan. Karena itulah di dalam tradisi umat Islam
secara umum ada peringatan Maulid Nabi dan seterusnya. Termasuk juga peringatan
syahadah Sayyidah Fatimah di dalamnya, dengan tujuan kembali menggali sosok
Fatimah Az-Zahra as untuk menjawab kebutuhan tadi. Karena naluri membutuhkan
figur bukan sekadar aspek fisik tapi juga spiritualnya.
Maka ketika kita menjadikan Fatimah
az Zahra sebagai figur teladan setelah mengenali sifat-sifatnya, lalu kita
berusaha menjadi seperti beliau, maka kita akan merasakan sebuah peristiwa
spiritual yang memuaskan jiwa. “Itulah kelebihan menjadikan sosok tertentu
sebagai figur teladan yang tidak sebatas pada aspek materialnya saja,” tutur
Ustad Ahmad.
Lalu, siapakah Fatimah Az-Zahra,
yang namanya sedemikian agung hingga patut untuk dijadikan figur teladan? Dalam
hal ini, Ustad Ahmad menyampaikan bahwa Fatimah Az-Zahra as adalah wanita
paling agung sepanjang masa. “Tidak ada satu pun pengkaji tentang manusia mulia
di dunia ini yang tidak menyimpulkan bahwa Fatimah Az-Zahra as melampaui seluruh
manusia kecuali Rasulullah SAW,” tambahnya.
Sejak ibundanya, Khadijah meninggal
dunia, Fatimah masih berusia lima tahun. Beliau menggantikan ibundanya
mendampingi dan merawat Rasulullah dalam segala rintangan dan cobaan. Hingga
akhirnya Rasulullah memberinya gelar Ummu Abiha yang berarti, ibu dari ayahnya.
Bisa dibayangkan, peran apa yang Fatimah lakukan dalam usia belianya? Itulah
salah satu keutamaan beliau yang tidak dimiliki manusia selainnya.
Fatimah merupakan hamba Allah yang
juga terikat dengan hukum-hukum syariat sebagaimana manusia lain, namun tingkat
ketaatannya kepada Allah melebihi yang lainnya meski menurut riwayat, beliau
hanya hidup di dunia selama 18 tahun. Usia yang sangat singkat namun menorehkan
prestasi ketakwaan yang sangat tinggi, sehingga dengannya beliau tercatat
sebagai manusia khusus di mata Allah SWT dan Rasulullah Saw.
Pernah Rasulullah bersabda, “Kalau
aku rindu mencium aroma surga, aku menemui Fatimah Az-Zahra untuk merasakan
bagaimana aroma surganya Allah SWT.” Dengannya, Fatimah Az-Zahra mendapat
julukan al hawra’ al insiyah atau wewangian surga, aroma surgawi yang
dihidupkan Allah di tengah kehidupan manusia. Atau bisa juga diartikan bidadari
yang bertajalli dalam bentuk manusia.
Dan masih banyak lagi keutamaan
Fatimah Az-Zahra, mulai dari ketaatan dan bakti terhadap suaminya, kesabaran
mendampingi dan merawat ayahnya, serta ahli ibadah di hadapan Tuhannya. Dengan
memperingati Syahadah Fatimah Az-Zahra as, Ustad Ahmad mengharapkan agar jamaah
yang hadir dapat mengambil inspirasi dari figur agung puteri kesayangan
Rasulullah itu. (Malik/Yudhi)
Uwais Al-Qarni
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah melihatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Dia seorang penduduk Yaman, daerah Qarn, dan dari
kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia
berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia
diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya.
Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,
“Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala) untukmu, maka lakukanlah!”
Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu
telah menjadi Amirul Mukminin, dia bertanya kepada para jamaah haji dari Yaman
di Baitullah pada musim haji, “Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais
al-Qarni?” “Ada,” jawab mereka.
Umar radhiyallahu ‘anhu
melanjutkan, “Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?”
Mereka menjawab tanpa mengetahui
derajat Uwais, “Kami meninggalkannya dalam keadaan miskin harta benda dan
pakaiannya usang.”
Umar radhiyallahu ‘anhu
berkata kepada mereka, “Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan
ampun untuk kalian, lakukanlah!”
Dan setiap tahun Umar radhiyallahu
‘anhu selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu kali dia datang bersama
jemaah haji dari Yaman, lalu Umar radhiyallahu ‘anhu menemuinya. Dia
hendak memastikannya terlebih dahulu, makanya dia bertanya, “Siapa namamu?”
“Uwais,” jawabnya.
Umar radhiyallahu ‘anhu
melanjutkan, “Di Yaman daerah mana?’
Dia menjawab, “Dari Qarn.”
“Tepatnya dari kabilah mana?” Tanya
Umar radhiyallahu ‘anhu.
Dia menjawab, “Dari kabilah Murad.”
Umar radhiyallahu ‘anhu
bertanya lagi, “Bagaimana ayahmu?”
“Ayahku telah meninggal dunia. Saya
hidup bersama ibuku,” jawabnya.
Umar radhiyallahu ‘anhu
melanjutkan, “Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?’
Uwais berkata, “Saya berharap dapat
berbakti kepadanya.”
“Apakah engkau pernah sakit
sebelumnya?” lanjut Umar radhiyallahu ‘anhu.
“Iya. Saya pernah terkena penyakit
kusta, lalu saya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga saya
diberi kesembuhan.”
Umar radhiyallahu ‘anhu
bertanya lagi, “Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?”
Dia menjawab, “Iya. Di lenganku
masih ada bekas sebesar dirham.” Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar radhiyallahu
‘anhu. Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu melihat hal tersebut, maka dia
langsung memeluknya seraya berkata, “Engkaulah orang yang diceritakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mohonkanlah ampun kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala untukku!”
Dia berkata, “Masa saya memohonkan
ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?”
Umar radhiyallahu ‘anhu
menjawab, “Iya.”
Umar radhiyallahu ‘anhu
meminta dengan terus mendesak kepadanya sehingga Uwais memohonkan ampun
untuknya.
Selanjutnya Umar radhiyallahu
‘anhu bertanya kepadanya mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim
haji. Dia menjawab, “Saya akan pergi ke kabilah Murad dari penduduk Yaman ke
Irak.”
Umar radhiyallahu ‘anhu
berkata, “Saya akan kirim surat ke walikota Irak mengenai kamu?”
Uwais berkata, “Saya bersumpah
kepada Anda wahai Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Biarkanlah
saya berjalan di tengah lalu lalang banyak orang tanpa dipedulikan orang.”
KEISTIMEWAAN UWAIS AL QARNI► Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah Saw, tetapi rohaninya selalu berhubungan.
► Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa’at kepada sejumlah manusia sebanyak domba yang dimiliki Rabi’ah dan Mundhar, demikian yang disabdakan Rasulullah Saw kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.
► Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta’at pada Allah Swt, ta’at pada Rasulullah Saw dan kedua orang tuanya. Pada waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi walaupun beliau pada siang hari giat bekerja, mulutnya selalu membaca istighfar dan membaca ayat-ayat Al Quran.
► Setiap hari beiau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa beliau hidup sangat sederhana sekali. Daan dalam kesederhanaan itu beliau selalu berdo’a kepada Allah Swt, “Ya Allah, janganlah ENGKAU siksa aku karena ada yang mati kelaparan dan jangan pula ENGKAU siksa aku karena ada yang kedinginan”.
► Beliau selalu bersam Tuhan dan orang-orang yang lemah. Beliau dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang lemah dan membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang pernah diamalkan Rasulullah Saw.
Banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Uwais Al Qarni, hingga membuat Rasulullah Saw memerintahkan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk menemui Uwais sambil menyampaikan salam dari Rasulullah Saw.
C. MENYAJIKAN PETA
KONSEP PENGERTIAN,RUANG LINGKUP,FUNGSI ILMU KALAM SETA HUBUNGAN DENGAN ILMU
LAIN.
A.
Pengertian
Ilmu Kalam
Berbicara
masalah ilmu kalam, pokok kajiannya lebih mengarah suatu pemikiran untuk
mempertahankan islam dari berbagai ancaman maupun tantangan dari luar. Para
ahli ilmu kalam menjadikan problema-problema atau persoalan-persoalan theologis
sebagai topik diskusi, dengan menawarkan berbagai argumentasi yang rasional
untuk mempertahankan pendirian mereka.
Menurun
syeh Muhammad Abduh, ilmu kalam ialah ilmu yang membahas tentang wujud
Allah,sifat- sifat wajib yang ada bagi-Nya, dan sifat-sifat yang tidak ada
bagiNya, juga membahas tentang rasul-rasul allah untuk menetapkan kebenaran
risalahnya, apa yang wajib ada pada dirinya, hal-hal jaiz yang dihubungkan
kepada diri mereka. Ibni khaldun menerangkan bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang
berisi alasan-alasan untuk mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil–dalil pikiran dan berisi-bantahan-bantahan terhadap
orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahli sunah.
Dan
Farabi mendefinisikan ilmu kalam sebagai ilmu yang membahas dzat dan sifat
Allah beserta eksistensi semua yang
mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunua sampai dengan masalah
sesudah mati yang berlandaskan doktrin islam.
B.
Ruang
Lingkup Ilmu Kalam
Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu kalam mencakup beberapa
hal yaitu:
1.
Hal-hal yang berhubungan dengan
Allah SWT. Antara lain tentang takdir.
2.
Hal-hal yang berhubungan dengan
rasul Allah sebagai penyambung ataupun pembawa risalah kepada manusia , seperti
malaikat, nabi, rasul dan beberapa kitab suci.
3.
Hal-hal yang berhubungan dengan
kehidupan yang akan datang, seperti adanya kebangkitan, siksa kubur, surge dan
neraka.
Menurut Hasan Al- Banna ruang lingkup pembahasan ilmu kalam
mencakup :
1.
Ilahiyat yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud, nama-nama dan sifat-sifat Allah dan
lain-lain.
2.
Nubuwwat yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan nabi dan rasul termasuk
pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mukjizat, karomah dan lain sebagainya.
3.
Ruhaniyat yaitu kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan alam metafisik seperti malaikat,
jin, iblis, setan, roh dan sebagainya.
4.
Sam’iyyat yaitu kajian tentang segala sesuatu hal yang hanya bisa
diketahui lewat sam’i (dalil naqli atau berupa al-qur’an dan sunnah) seperti
alam barzah, akhirat, azab kubur, tanta-tanda kiamat, surga dan neraka dan
lain-lain.
Disamping
sistematika diatas, kajian ilmu kalam bisa juga mengikuti sistematika arkanul
iman yang enam yaitu:
a.
Iman kepada Allah SWT
b.
Iman kepada malaikat
c.
Iman kepada kitab-kitab Allah
d.
Iman kepada nabi dan rasul
e.
Iman kepada hari akhir
f.
Iman kepada qodho dan qodar Allah
Kemudian dalam kajian tauhid sebagai
suatu ilmu, tauhid terbagai menjadi empat macam, yaitu:
a.
Tauhid Rububiyyah
Adalah
diambil dari salah satu nama Allah Al- Rabb, yang memiliki beberapa makna
pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa. Secara istilah
tauhid Rububiyyah dapat diartikan iman kepada Allah SWT. Sebagai pencipta,
penguasa, dan pengatur segala urusan yang ada dialam semesta, menghidupkan dan
mematikan, dan hal-hal yang termasuk perkara taqdir,dan menetapkan hukum islam
(sunatullah).
Allah
SWT. Berfirman dalam QS. Al-a’raaf : 54
Artinya: “ Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah SWT. yang telah menciptakan langit dan bumi dalam bermasa, lalu Dia
menguasai di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat dan (diciptakannya pula) matahari, bulan dan bintang, yang
semuanya itu tunduk kepada perintahnya. Ingatlah menciptakan dan memelihara
hanyalah hal Allah Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
b.
Tauhid Al asma wa al-sifat
Yaitu
penetapan dan pengakuan yang mantap atas nama-nama dan sifat Allah SWT. yang
luhur berdasarkan petunjuk Allah SWT. dalam Al-qur’an dan petunjuk Rosulullah
dalam hadisnya. Mayoritas ulama’ salaf yakni ulama yang konsisten dalam
mengikuti sunah Rosulullah, pandangan para sahabat dan tabiin yang shalih,
menetapkan segala nama dan sifat yang ditetapkan Allah SWT. untuk dirinya.
Tanpa melakukan ta’thil (penolakan), tahrif (perubahan dan penyimpangan
lafadzdan makna), tamtsil (penyerupaan) dan takyif (menanya terlalu jauh
tentang sifat Allah SWT.)
Sebagaimana
firman Allah SWT. QS. As-Syu’ro :11
“…..Tiada
yang menyerupai segala sesuatu dan Dia mendangar lagi Maha Melihat.”
c.
Tauhid Uluhiyyah
Uluhiyyah
diambil dari kata Al-illah yang maknanya sesuatu yang disembah (sesembahan) dan
sesuatu yang ditaati secara mutlak dan total. Kata ilah ini di peruntukkan bagi
sebutan sesembahan yang benar (haq).
Tauhid Uluhiyyah adalah meyakini
bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT.
Firman
Allah SWT. QS. Al-Baqoroh :163
Artinya:” Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang
Maha Esa tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Tauhid
Uluhiyyah tidak akan terwujud. Kecuali dengan dua dasar sebagai berikut:
§ Melaksanakan semua macam ibadah
hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain.
§ Ibadah yang dilaksanakan harus
sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT.
d.
Tauhid qouli/ amali
Yakni tauhid tidak hanya sebatas
diyakini dalam hati, melainkan harus di
ikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan melalui perbuatan.
Terdapat beberapa fungsi ilmu kalam
antara lain untuk menolak atau untuk mengetahui aqidah-aqidah yang menyeleweng
seperti menuhankan Nabi Isa, menuhankan binatang-binatang, menyembah berhala,
ketidak percayaan aka kerosulan Nabi dan lain-lain.
Perbedaan ilmu kalam dengan ilmu
lainnya antara lain:
· Filsafat Islam
Antara ilmu kalam dengan filsafat
islam terdapat perbedaan cara pembinaanya. Ilmu kalam timbul secara
berangsur-angsur dan mula- mula hanya merupakan hal yang terpisah-pisah.tetapi
filsafat islam seakan-akan serentak. Filsafat islam memasuki seluruh ilmu-ilmu
keislaman dimana ilmu kalam merupakan puncak dari padanya.
· Ilmu Fiqih
Ilmu kalam membahas tentang
prinsip-prinsip keyakinan islam, sedangkan fiqih membahas tentang masalah
furu’iyyah yang bertalian dengan amal lahiriyah. Dengan amal sebagai sarana
untuk mengesakan dan mensucikan nama Allah.
· Ilmu Tasawwuf
Tujuan tasawwuf dapat dicapai bila
ilmu kalamnya sudah menyerap sehingga diri selalu merasa siawasi oleh Allah.
C. Fungsi Ilmu Kalam
1. Memberikan penguatan landasan keimanan umat Islam
melalui pendekatan filosofis dan logis, sehingga kebenaran kebenarann Islam
tidak saja dipahami secara dogmatis (diterima apa adanya) tetapi bisa juga
dipaparkan secara rasional.
2. Menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran Islam yang
terdiri atas tiga pokok, yaitu iman sebagai landasan akidah, Islam sebagai
manifestasi syariat, ibadah, dan muamalah, serta ihsan sebagai aktualisasi
akhlak.
3. Turut menjawab problematika penyimpangan teologi agama
lain yang dapat merusak akidah umat Islam, khususnya ketika Islam bersinggung
dengan teologi agama lain dalam masyarakat yang heterogen (berbeda-beda).
D. Hubungan Ilmu
Kalam dengan ilmu lainnya.
a. Titik Persamaan
Ilmu
kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan obyek kajian. Obyek kajian
ilmu kalam adalah adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan-Nya. Obyek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah
alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu obyek kajian tasawuf
adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari
aspek obyeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan
ketuhanan.[1][30]
Baik
ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat berurusan dengan hal yang sma, yaitu
kebenaran. Ilmu kalam, dengan metodenya sendiri berusahan mencari kebenaran
tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri
pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yng
belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar
atau diatas jangkauannya), atau tentang Tuhan. Sementara itu, tasawuf juga
dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan
dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.[2][31]
b. Titik
Perbedaan
Perbedaan
di antara ketiga ilmu tersebut teletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam,
sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi-argumentasi naqliah
– berfngsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Sebagai sebuah dialog
keagamaan, ilmu kalamberisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang
dipertahankan melalui agumen-argumen rasional.[3][32]
Sementara
itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran
rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (menggambarkan atau mengelanakan)
akal budi secara radikal (mengakar) dan integral ( menyeluruh) sertauniversal
(mengalam); peranan filsafat sebagaiana dikatakan Socrates adalah berpegang
teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha menjelaskan konsep-konsep (the
gaining of conceptual clarity).[4][33]
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan taasawuf sangat distingtif.
Sebagi sebuah ilmu yang prosesnya dipeoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat
sangat subyektif, yakni sangat brkaitan dengan pengelaman seseorang. Itulah
sebabnya, bhasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari aspek rasio.
Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi atau ilham,
atau inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf
dikenaldengan istila kebenaran Hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya
datang dari dalam diri subjek sendiri.[5][34]
Di dalam pertumbuhannya, ilmu kalam(teologi)berkembang
menjadi teologi rasional dan teologi rasional. Filsafat
berkembang menjadi sains dan filsafat sendiri. Sains berkembang menjadi sains
kealaman, sosial, dan humaniora: sedangkan filsafat berkembang lagi menjadi
filsafat klaik, pertengahan, dan filsafat modern. Tasawuf selanjutnya
berkembang menjadi tasawuf praktisdan tasawuf teoretis.[6][35]
Dilihat dari aspek aksiologi ( manfaatnya), teologi –di
antaranya- berperan sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal
rasio sebagai upaya mengenal Tuhan secara rasional. Adapun filsafat, lebih berperan sebagai ilmu yang engajak
kepada orang yang mempunyai rasio secara prima untuk mengenal Tuhan secara
lebih bebas melalui pengamatan dan kajian alam dan ekosistennya langsung.
Adapun tasawuf lebih berperan sebagai ilmu yang memberi kepuasan kepada orang
yang telah melepaska rasionya secara bebas karena tidak memperoleh apa yang
ingin dicari.
D.MENYAJIKAN PETA KONSEP POKOK-POKOK
ALIRAN DALAM ILMU KALAM (KHAWARIJ,MUSJI’AH,SYI’AH,JABARIYAH,QADARIYAH,ASY,ARIYAH,AL-MATURIDIYAH,DAN
MU’TAZILAH)
ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Problematika teologis di kalangan
umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
(656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang
memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima Tahkim
dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin abi Sofyan, gubernur syam,
pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya dikenal dengan Kelompok
Khawarij.
Lahirnya Kelompok Khawarij ini
dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar kemunculan kelompok
baru yang dikenal dengan nama Murji’ah. lahirnya Aliran teologi inipun
mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi lainnya. Dan dalam
perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran teologi yang
masing-masing mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan yang
berbeda-beda.Berikut ini akan dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan
Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran nya masing-masing.
1. Aliran Khawarij.
- Pengertian dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij
Aliran Khawarij merupakan Aliran
teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang muncul dalam teologi Islam.
Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang disebut Khawarij adalah
setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati para jema’ah,
baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada masa tabi’in
secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata “kharaja”
yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan
Ali.[1]
Kelompok ini juga kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti
“golongan yang mengorbankan dirinya untuk allahdi samping itu nama lain dari
khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal dari kata harura, nama
suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka menumpahakn rasa penyesalannya
kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan Mu’awiyah.[2]
Kelompok khawarij ini merupakan
bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan diri, dengan beralasan
ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang menerima tahkim
(arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan persilisihan dan konfliknya
dengan mu’awiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan
mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan penyelesaian masalah yang
tidak di dasarkan pada ajaran Al-Qur’an, tapi ditentukan oleh manusia
sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan al-quran adalah kafir.
Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.[3]
Atas dasar ini, kemudian golongan
yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik menentang dan memusuhi
Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu Musa Al-Asyari,
Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka berusaha keras agar
dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang berhasil
terbunuh ditangan mereka.
- Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang
terpenting adalah :
- Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij pertama)
- Urwah bin Hudair
- Mustarid bin sa’ad
- Hausarah al-Asadi
- Quraib bin Maruah
- Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
- Abdullah bin Basyir
- Zubair bin Ali
- Qathari bin Fujaah
- Abd al-Rabih
- Abd al Karim bin ajrad
- Zaid bin Asfar
- Abdullah bin ibad[4]
C. Sekte-sekte dan ajaran pokok
Khawarij
Terpecahnya Khawarij ini menjadi
beberapa sekte, mengawali dan mempercepat kehancurannya dan sehingga Aliran ini
hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-Sekte tersebut adalah: [5]
- Al-Muhakkimah
- Al-Azariqah
- Al-Najdat
- Al-baihasyiah
- Al-Ajaridah
- Al-Sa’Alibah
- Al-Ibadiah
- Al Sufriyah
Secara umum ajaran-ajaran pokok
Khawarij adalah:
- Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
- Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang menerima dan mambenarkannya – di hukum kafir;
- Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat. [6]
- Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
- Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
- Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
- Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).[7]
- 2. Aliran Murji’ah
- Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai
reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan
terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu dilakukan oleh
aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah
yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melukan
dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang
melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin allah
dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin
sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mangucapkan dua kalimat syahadat
yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu orang tersebut masih tetap
mukmin, bukan kafir.[8]
Pandangan mereka itu terlihat pada
kata murji’ah yang barasal dari kata arja-a yang berarti menangguhkan,
mengakhirkan dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang melatarbelakangi
kehadiran murji’ah antara lain adalah : [9]
- adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim dalam perang siffin.
- adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan terjadinya perang jamal.
- adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin Affan. [10]
- Ajaran-ajaran Murji’ah
- Ajaran-ajaran pokok murji’ah dapat disimpulan sebagai berikut: .
- Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
- Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
- Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat[11]
- Tokoh dan sekte dalam murji’ah
Dalam perkembangannya, Murji’ah
mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan pengikutnya yang mendasari
lahirnya aliran-aliran,
selanjutnya, aliran murji’ah ini terpecah menjadi beberapa macam sekte, ada
yang moderat, ada pula yang ekstrem.
Tokoh murji’ah Moderat antara lain
adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusufdan
beberapa ahli hadits[12],
yang berpendapat, bagaimanapun besarnya dosa seseorang, kemungkinan mendapat
ampunan dari tuhan masih ada. Sedangkan yang ekstrem antara lain ialah kelompok
Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan. Kelompok ini berpendapat, sekalipun
seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.[13]
- 3. Aliran Qadariyah
- Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara
yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.Sedangkan
sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk
suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia
dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di
pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan
qada Tuhan[14]
Mazhab qadariyah muncul sekitar
tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini banyak memiliki persamaan
dengan ajaran Mu’tazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering juga disebut
dengan aliran Mu’tazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan kedunya
yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya, dan
tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak
segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.[15]
Aliran ini merupakan aliran yang
suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip ajaran Al-Qur’an dan
hadits sendiri. Al-Qur’an dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan logika
semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh
kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan
panca indera yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal
pikiranlah yang harus tunduk kepada Al-Qura’n dan Hadits, bukan sebaliknya.[16]
Tokoh utama Qadariyah ialah Ma’bad
Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua tokoh ini yang mempersoalkan tentang
Qadar.
- Pokok-pokok ajaran Qadariyah
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam
kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-pokok ajaran qadariyah
adalah :
- Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
- Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak disebut adil.
- Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
- Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk. [17]
Selanjutnya terlepas apakah paham
qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak, yang jelas di dalam
Al-Qur’an dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham qadariyah .
Dalam surat Al Ra’ad Ayat 11
“Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan diri mereka
sendiri”
Dalam Surat Al-Kahfi ayat 29, allah
menegaskan
“Kebenaran itu datangnya dari
Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
Dengan demikian paham qadariyah
memilki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah beralasan jika ada sebagian
orang menilai paham ini sesat atau kelaur dari islam
- 4. Aliran Jabariyah
1. Pengerian, dan latar belakang
Kemunculan jabariyah.
Nama jabariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah
berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan
perbuatan tersebutkepada Allah.[18]
Dan dalam bahasa inggris disebut dengan fatalism atau predestination,
yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia di tentukan sejak semula
oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut catatan sejarah, paham
jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam datangke masyarakat
arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberi
kan
pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang sangat tidak
bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari mereka
untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata tunduk dan
patuh kepada kehendak tuhan.[19]
Munculnya mazhab ini berkaitan
dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun berdekatan. Qadariyah
muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di pelopori oleh
al-ja’ad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya. Aliran ini di sebarluaskan
oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan
Jahmiah.
- Pokok-pokok paham jabariyah.
Selanjutnya, yang menjadi dasar yang
sejajar dengan pemahaman pada aliran jabariyah ini dijelaskan Al-Qur’an
diantaranya :
Dalam surat al-saffat ayat 96
Jaham bin Shafwan mempunyai
pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai pilihan dan kekuasaan.
Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di lakukannya. Allah SWT,
telah mentakdirkan ats dirinya segala amal perbuatan yang mesti di kerjakannya,
dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah, sama seperti apa yang dia
ciptakan pada benda-benda yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, jaham
menginterpretasikan bahwa pahala dan siksa merupakan paksaan dalam arti bahwa
allah telah mentakdirkan seseorang itu baik sekaligus memberi pahala dan allah
telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang
yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku hidupnya, tidak bisa
berbuat apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir Allah semata-mata dan
berusahapun tidak. Karena mereka telah berkeyakinan bahwa allah telah mentakdirkan
segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi lain, aliran ini tetap
berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau siksa karena perbuatan
baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan manusia
adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.
Berkenaan dengan itu perlu
dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin Shafwan adalah paham
yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang moderat, seperti
yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al.Najjar dan Dirar Ibn ‘Amr.
Menurut Najjar dan Dirar,
bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik perbuatan itu
positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai
bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan, mempunyai efek,
sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang diperoleh untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau
acquisition.[20]
Menurut paham ini manusia tidak
hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi manusia dan Tuhan
terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan manusia tidak semata-mata
di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.
- 5. Aliran Mu’tazilah
- Pengertian dan latar belakang munculnya Mu’tazilah
Perkataan Mu’tazilah berasal dari
kata Í’tizal” yang artinya “memisahkan diri”, pada mulanya nama ini di berikan
oleh orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak
sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam
perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah
dan di gunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih
120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota basyrah dan mampu bertahan
sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul pada pertengahan
abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang memisahkan diri
atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa
meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah
sahabat yang tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk
menjauhkan diri mereka dan memilih jalan tengah.
Disisi lain, yang melatarbelakangi
munculnya kedua Mu’tazilah diatas tidaklah sama dan tidak ada hubungannya
karena yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang kedua muncul
karena didorong oleh persoalan aqidah.[21]
Dalam perkembangannya, Mu’tazilah
pimpinan Washil bin Atha’ lah yang menjadi salah satu aliran teologi dalam
islam.
- Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran
Mu’tazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk memegangnya, yan
dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
- al Tauhid (keesaan Allah)
- al ‘Adl (keadlilan tuhan)
- al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
- al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
- amar mauruf dan Nahi mungkar.[22]
- Tokoh-tokoh Mu’tazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang
berpengaruh pada Mu’tazilah yaitu:
- Washil bin Atha’
- Abu Huzail al-Allaf
- Al Nazzam
- Al-Jubba’i[23]
- 6. Ahlussunah Wal- Jamaah
- Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah berarti penganut atau
pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah berarti sahabat nabi. Jadi
Ahlussunnah wal jama’ah mengandung arti “penganut Sunnah (ittikad) nabi dan
para sahabat beliau.[24]
Ahlussunnah sering juga disebut
dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu khusus dan
umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam pengertian
ini, Mu’tazilah sebagai mana juga Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni.
Sunni dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asy’ariyah
dan merupakan lawan Mu’tazilah.[25]
Aliran ini, muncul sebagai reaksi
setelah munculnya aliran Asy’ariyah dan maturidiyah, dua aliran yang
menentang ajaran-ajaran Mu’tazilah.
Tokoh utama yang juga merupakan
pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi.
a. Abu al Hasan al Asy’ari
1. Pokok-pokok pemikirannya
- Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam Alqur’an, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
- Al-Qur’an, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.
- Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
- Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri.
- Antrophomorphisme
- Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.
- Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.[26]
- Abu manshur Al-Maturidi
1.Pokok-pokok
pemikirannya :
- Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
- Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.
- Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
- Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
- Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asy’ari
- Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.
- Antrophomorphisme. [27]
7.
Aliran Syiah
- Pengertian dan kemunculannya Syi’ah
Secara bahasa Syi’ah berarti
pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi
Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam
bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi Muhammad
SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah yiah ini
untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syi’ah ali), pemimpin
pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut ali yang disebut
syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan
Ammar bin Yasir.[28]
Mengenai latar belakng munculnya
aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai
muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian tumbuh dan
berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt,
Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah
yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas
penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan Mu’awiyah, pasukan Ali di
ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali –kelak
di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.[29]
- Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah[30]
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip
utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
- al Tauhid à Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
- al ‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan
bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk,
ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela
kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
- al Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para
Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut
mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing
umat manusia.
al
imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti
kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam
memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan
ketentraman umat.
al
ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari
akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa
hari akhirat itu pasti terjadi.
8.
Aliran Salafiyah
Pengertian dan latar belakang munculnya Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari
kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud terdahulu disini adalah
orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabi’in, dan
tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf.[31]
Istilah salaf mulai dikenal dan
muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu sejak ada orang atau
golongan yang tidak puas memahami al Qur’an dan hadits tanpa ta’wil, terutama
untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari ayat-ayat al-Qur’an
sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT.[32]
Orang yang termasuk dalam kategori
salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300 hijriah, orang yang hidup
sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
- Tokoh-tokoh ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.
Tokoh terkenal ulama salaf adalah
Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad, bin Muhammad bin Hambal, beliau juga
di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab Hambali. .
Tokoh salafiyah yang terkenal
lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abd al salam
bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali, atau yang lebih di kenal
dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang teolog dan ahli Hukum yang
banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di bidang tafsir dan hadist.
Dalam perkembangannya, ajaran yang
bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini, selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu
Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya
berkembang di dunia Islam secara Spodaris.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul
dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh
dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru al afgani ini terdiri
dari 3 komponen pokok yakni :
- Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.
- perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan.
- pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Al Afgani dapat di katakan sebagai
penganut salafiyah modern karena dalam rumusan pahamnya yang banyak
meletakkan unsur-unsur moderenismesebagai mana terlihat pada komponen 2 dan 3
diatas.
Syekh Muhammad Abduh adalah murid Al
afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha adalah murid dari Muhammad Abduh, meskipun
dalam beberapa hal antara dengan guru berbeda dalam banyak hal mereka sama.
No comments:
Post a Comment