Sunday 3 January 2016

ASAL USUL LEMBAH HARAU DI PAYAKUMBUH



ASAL USUL LEMBAH HARAU DI PAYAKUMBUH

      menurut cerita masyarakat sana, lembah harau dulunya adalah laut, ini diperkuat dengan hasil survei team geologi dari Jerman pada tahun 1980 yang mengatakan bahwa perbukitan lembah harau adalah batuan breksi dan konglomerat. batuan jenis tersebut umumnya nya terdapat di dasar laut.

      menurut legenda pernah berlayar kapal dari raja Hindustan bersama istri dan anaknya, Putri Sari Banilai, dalam rangka selamatan atas pertunangan putri sari banilai dengan pemuda Hindustan yang bernama Bujang Juaro. sebelum berlayar, putri sari banilai dan bujang juaro sudah bersumpah  bahwa jika putri sari banilai ingkar janji maka ia akan berubah menjadi batu dan jika bujang juaro yang ingkar janji maka ia berubah menjadi ular.
namun dalam perjalanan tersebut, kapal terbawa oleh gelombang dan terdampar pada sebuah selat (selat tersebut sekaran adalah lembah harau). kapal itu terjepit oleh akar yang membentang di kedua bukit hingga rusak.


BATU TAMBATAN PERAHU
     agar tidak karam, kapal tersebut ditambatkan pada sebuah batu besar yang terdapat pada pinggiran bukit (bukit itu sekarang bernama bukit jmbu dan batu itu dinamakan batu tambatan perahu).
setelah terdampar, raja hindusta disambut baik oleh raja yang memerintah harau pada saat itu. lama kelamaan hubungan mereka semakin baik dan raja hindustan ingin menikahkan putri sari banilai dengan anak raja harau yang bernama Rambun Paneh. ia tidak tahu sumpah yang telah diucapkan putri sari banilai dengan bujang juaro, dan untuk kembali ke hindustan juga tidak memungkinkan. akhirnya putri sari banilai dan rambun paneh menikah.
     akhirnya mereka dikaruniai seorang putra. suatu hari raja hindustan membuatkan cucunya sebuah mainan. mainan itu dimainkan oleh cucunya tersebut hingga suatu hari mainan tersebut terjatuh kedalam laut. anak putri sari banilai tersebut menangis dan tanpa fikir panjang putri sari banilai terjun ke laut untuk mengambil mainan anak nya.
     malang nasibnya, ombak besar datang dan menjepit tubuh putri sari banilai pada sebuath batu besar. barulah putri sari banilai sadar ia telah ingkar janji pada tunangannya, bujang juaro. dengan pasrah, lalu ia berdoa kepada tuhan agar air laut surut dan berdoa agar semua peralatan rumah tangga didekatkan padanya. doanya dikabulkan, tak lama kemudia air laut surut. ia juga berdoa,  jika ia berbuat kesalahan ia rela dimakan sumpahnya menjadi batu. tak lama setelah itu, perlahan-lahan putri sari banilai berubah menjadi batu.




Kabupaten Lima Puluh Kota kaya akan potensi objek wisata diantaranya yang dapat dijual untuk menarik kunjungan wisatawan ke Kabupaten Lima Puluh Kota diantaranya jenis objek Wisata Alam (33 objek) , Wisata Budaya (6 Objek), Wisata Sejarah (9 Objek) dan Wisata Arkeologi (4 Objek). Dan berdasarkan tujuan berwisata, dari klasifikasi yang ada, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 4 (empat) kategori yakni : Pariwisata untuk menikmati perjalanan (7 objek), Pariwisata untuk Rekreasi (24 Objek), Pariwisata untuk kebudayaan (19 objek) dan pariwisata untuk olahraga (2 objek).Hal ini disampaikan oleh Saiful. SP, sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lima Puluh Kota

Lembah Harau adalah objek wisata alam andalan di Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Lembah Harau suatu lembah yang subur terletak di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Berada ± 138 Km dari Padang ± dan 47 Km dari Bukittinggi dan sekitar ± 18 Km dari Kota Payakumbuh dan ±2 Km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota. Dilingkungi batu pasir yang terjal berwarna-warni, dengan ketinggian 100 sampai 500 meter.


Saiful menjelaskan Sejak lama lembah Harau banyak dikunjungi wisatawan terutama pengunjung domestik dari daerah Riau, Sumut dan Jambi. Topografi Cagar Alam Harau adalah berbukit-bukit dan bergelombang. Tinggi dari permukaan laut adalah 500 sampai 850 meter, bukit tersebut antara lain adalah Bukit Air Putih, Bukit Jambu, Bukit Singkarak dan Bukit Tarantang.


Memasuki lembah harau, mata akan dimanjakan suasana alam pengunungan yang luar biasa apalagi dengan pemandangan 5 buah air terjun ( sarasah ) yang sangat besar dengan ketinggian ± 100 meter yang. Luar biasa indah seperti cerita di dalam sorga yang dilalui oleh empat buah sungai yang jernih.
Lembah Harau sangat terkenal, dan dipercaya oleh penduduk setempat apabila turun pelangi maka para bidadari turun dari kayangan untuk mandi-mandi di keempat sarah tersebut ( sarah aie luluih, sarasah bunta, sarasah murai dan sarasah aka barayun ). Bahkan pada tahun 2008 lalu, kabarnya , kamera HP milik seorang mahasiswa yang sedang berwisata ke lembah Harau pernah menangkap gambar rombongan bidadari mandi berbaju putih dan coklat, melayang di air terjun. Saat ini foto tersebut tersimpan pada kamera HP para pedagang disekitar air terjun sarasah bunta.

Asal Usul Nama Harau
Pada awalnya nama Harau berasal dari kata “Orau”. Penduduk asal tinggal di atas Bukit Jambu, dikarenakan daerah tempat tinggal penduduk tersebut sering banjir dan Bukit Jambu juga sering runtuh yang menimbulkan kegaduhan dan kepanikan penduduk setempat sehingga penduduk sering berteriak histeris akibat runtuhnya Bukit Jambu tersebut dan menimbulkan suara “parau” bagi penduduk yang sering berteriak histeris tersebut. Dengan cirri-ciri suara penduduk yang banyak “parau” didengar oleh masyarakat sekitarnya maka daerah tersebut dinamakan “orau” dan kemudian berubah nama menjadi Arau, sampai akhirnya menjadi Harau.
Prasasti Lembah Harau


Menurut prasati yang masih terdapat di sekitar air terjun Sarasah Bunta, areal ini mulai dibuka tanggal 14 Agustus 1926 oleh Assisten Residen Lima Puluh Kota yang bernama J.H.G Boissevain, dengan E. Rinner bernama B.O.Werken bersama Tuanku Lareh Sarilamak yang bernama Rasyad Dt. Kuniang nan Hitam dan assisten Demang yang bernama Janaid Dt. Kodo Nan Hitam.


Untuk pertama kalinya Assisten Residen terpesona, kaget dan terkesima sembari berdecak kagum untuk melantunkan rasa kagum dan tiada taranya melihat keadaan alam Lembah “orau” sambil berdecak “Hemel,hemel…….(Indah, mempesona seperti sorga) dalam bahasa Belanda.
Dengan terkesimanya Assisten Residen tersebut terhadap keindahan lembah sempit yang diapit oleh terjalnya bukit batu di kiri kanannya maka dibuatlah prasasti dari batu marmar yang dipahatkan pada salah satu dinding sarasahnya yakni “Sarasah Bunta” pada tanggal 14 Agustus 1926, sehingga sejak waktu tersebut terkenallaah lembah sempit tersebut sampai ke Negara Belanda dengan nama “Hemel Arau” (Sorga Arau) dan kemudian disingkat dengan Harau.


Kemudian diterbitkan Besluitnya oleh Pemerintah Belanda (waktu itu) pada tanggal 19 Januari 1933 Nomor 15 Stbl Nomor 24 dengan status Cagar Alam di Bidang Biologis dan Aesthestis seluas 315 Ha ,kemudian dilakukan pengukuran ulang oleh Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) pada tahun 1979 dengan luas defenitif dilapangan adalah 298 Ha,) . Selanjutnya status Cagar Alam sebagian arealnya diubah menjadi Hutan Wisata yang diperuntukkan bagi taman wisata alam dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor : 478 / Kpts /Um / 8 / 1979, tanggal 2 Agustus 1979 ,tentang perubahan statusnya menjadi taman wisata seluas 27,5 Ha.

Dengan demikian status Lembah Harau selain cagar alam juga sebagian berstatus taman wisata. Berbagai sarana pertamanan, kupel, tempat duduk, jalan setapak, tempat bermain anak-anak, taman satwa, sepeda air, Mushalla, WC dan lapangan parkir serta dilengkapi dengan kios-kios souvenir, dan makanan/minuman dan sebagainya yang telah dibangun di objek wisata ini bagi kemudahan dan kenikmatan pengunjung.

Berbagai jenis tanaman dan binatang ada di sini. Monyet ekor panjang (Macaca fascirulatis) bisa dilihat di sini. Ada pula siamang (Hylobatessyndactylus), dan simpai (Presbytis melalopos).Hewan yang juag dilindungi di sini adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), beruang (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan (Capriconis sumatrensis), dan landak (Proechidna bruijnii). Ada 19 spesies burung yang juga dilindungi. Di antaranya, burung kuau (Argusianus argus) dan enggang (Anthrococeros sp).



No comments:

Post a Comment