BAB I
PENDAHULUAN
Di zaman yang modern ini banyak ancaman dan resiko bahanya
yang menghantui manusia, yang dipicu sendiri oleh kelemahannya,
kesalahan-kesalahannya, dan ketidakmengertiannya akan masalah yang dihadapinya.
Manusia tidak dapat mengetahui apa yang akan mereka perbuat esok dan dimana ia
akan meninggal dunia. Manusia dihadapkan oleh banyak resiko yang menimpa,
seperti kecelakaan transportasi udara, laut dan darat, bisa juga kecelakaan
kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, hingga kematian.
Dengan adanya peristiwa tersebut, manusia berfikir untuk
menciptakan perusahaan jasa yang menangani segala macam persoalan yang menimpa
manusia di waktu mendatang, yang disebut dengan Asuransi.
BAB II
PEMBAHASAN
JUDI DAN ASURANSI
A.
JUDI
1.
Pengertian
Judi
Kata judi dalam bahasa
Indonesianya memiliki arti "permainan dengan memakai uang sebagai taruhan
(seperti main dadu dan main kartu).”[1] Sedang penjudi adalah
(orang yang) suka berjudi.[2] Kata judi tersebut
biasanya dipadankan dengan maysir dalam bahasa Arabnya.
Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr yang
secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya". Ia juga
bisa berasal dari akar kata al-yusr yang berarti mudah. Akar
kata lain adalah al-yasar yang berarti kekayaaan.[3] maysir adalah
kegiatan atau permainan yang mengandung unsur taruhan dan menyerempet-nyerempet
bahaya, serta melalaikan dari mengingat Allah dan melakukan shalat.
2.
Dasar
Hukum Pengharaman Judi
Dalam al-Qur'an,
kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam surat al-Baqaraħ
(2) ayat 219, surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga ayat
ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah,
yaitukhamar, al-maysir, al-anshâb (berkorban
untuk berhala), dan al-azlâm (mengundi nasib dengan
menggunakan panah). Penjelasan tersebut dilakukan dengan menggunakan jumlahkhabariyyah dan
jumlah insya`iyyah. Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-Qur'an
sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di
dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut:
* y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ÌôJyø9$# ÎÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgÏù ÖNøOÎ) ×Î72 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 tRqè=t«ó¡our #s$tB tbqà)ÏÿZã È@è% uqøÿyèø9$# 3 Ï9ºxx. ßûÎiüt7ã ª!$# ãNä3s9 ÏM»tFy$# öNà6¯=yès9 tbrã©3xÿtFs? ÇËÊÒÈ
“mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir,”
Sehubungan dengan judi,
ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya
secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat ini, menurut al-Qurthubiy,[4] kemudian diturunkan ayat
yang terdapat di dalam surat al-Ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat
ini merupakan penjelasan ketiga setelah surat al-Nisa` ayat 43).
Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar
dalam surat al-Ma'idah ayat 90.
Al-Thabariy[21] menjelaskan bahwa "dosa
besar" yang terdapat pada judi yang dimaksud ayat di atas adalah perbuatan
judi atau taruhan yang dilakukan seseorang akan menghalangi yang hak dan,
konsekwensinya, ia melakukan kezaliman terhadap diri, harta dan keluarganya
atau terhadap harta, keluarga dan orang lain. Kezaliman yang dilakukannya
terhadap dirinya adalah penurunan kualitas keberagamaannya, dengan kelalaiannya
dari mengingat Allah dan shalat. Sedangkan kezaliman terhadap orang lain adalah
membuka peluang terjadinya permusuhan dan perpecahan. Sementara keuntungan yang
ditumbulkan dari perjudian itu hanya terbatas pada keuntungan material, kalau
ia menang.
Di
dalam surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91 Allah berfirman
sebagai berikut:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsø:$# çÅ£øyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ $yJ¯RÎ) ßÌã ß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qã ãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$Òøót7ø9$#ur Îû Ì÷Ksø:$# ÎÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtur `tã Ìø.Ï «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi
itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah
kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
3.
Jenis-jenis
Judi
Pada masa jahiliyah dikenal dua bentuk al-maysir, yaitu al-mukhâtharaħ dan al-tajzi`aħ .
Dalam bentuk al-mukhâtharaħ perjudian dilakukan antara dua
orang laki-laki atau lebih yang menempatkan harta dan isteri mereka
masing-masing sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan
permainan itu berhak mengambil harta dan isteri dari pihak yang kalah. Harta
dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu dapat diperlakukannya
sekehendak hati. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan
mengawininya, namun jika ia tidak menyukainya, perempuan itu dijadikannya
sebagai budak atau gundik. Bentuk ini, seperti disebutkan oleh al-Jashshash,[5] diriwayatkan oleh Ibn
'Abbas.
Dalam bentuk al-tajzi`aħ,
seperti dikemukakan oleh Imam al-Qurthubiy,[6]permainannya adalah sebagai
berikut: Sebanyak 10 orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari
potongan-potongan kayu (karena pada waktu itu belum ada kertas). Kartu yang
disebut al-azlâm itu berjumlah 10 buah, yaitu al-faz berisi
satu bagian, al-taw'am berisi dua bagian, al-raqib tiga
bagian, al-halis empat bagian, al-nafis lima
bagian, al-musbil enam bagian, dan al-mu'alif tujuh
bagian, yang merupakan bagian terbanyak. Sedang kartu al-safih,
al-manih dan al-waqd merupakan kartu kosong. Jadi
jumlah keseluruhan dari 10 nama kartu itu adalah 28 buah. Kemudian seekor unta
dipotong menjadi 28 bagian, sesuai dengan jumlah isi kartu tersebut.
selanjutnya kartu dengan nama-nama sebanyak 10 buah itu dimasukkan ke dalam
sebuah karung dan diserahkan kepada seseorang yang dapat dipercaya. Kartu itu
kemudian dikocok dan dikeluarkan satu per satu hingga habis. Setiap peserta
mengambil bagian dari daging unta itu sesuai dengan isi atau bagian yang
tercantum dalam kartu yang diperolehnya. Mereka yang mendapatkan kartu kosong,
yaitu tiga orang sesuai dengan jumlah kartu kosong, dinyaatakan sebagai pihak
yang kalah dan merekalah yang harus membayar unta itu. Sedangkan mereka yang
menang, sedikit pun tidak mengambil daging unta hasil kemenangan itu, melainkan
seluruhnya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling
membanggakan diri dan membawa-bawa serta melibatkan pula suku atau kabilah
mereka masing-masing. Di samping itu, mereka juga mengejek dan menghina pihak
yang kalah dengan menyebut-nyebut dan melibatkan pula kabilah mereka. Tindakan
ini selalu berakhir dengan perselisihan, percekcokan, bahkan saling membunuh
dan peperangan.
B.
ASURANSI
1.
Pengertian
Asuransi
Menurut pasal 246 Watboek zan
Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksuddengan asuransi
adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang
mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang
belum jelas akan terjadi. Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan
asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Sebelumnya beliau menjelaskan
definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang perniagaan pasal 246.[7]
2.
Macam-Macam
Asuransi
Asuransi yang terdapat pada
negara-negara di dunia ini bermacam-macam. Hal ini terjadi karena
bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan. Untuk lebih jelasnya , berikut
ini macam-macam asuransi itu :
a. Asuransi timbal balik, Maksud
asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan iuran tertentu yang
dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari
mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah
habis, dipungut lagi iura yang baru untuk persiapan selanjutnya, demikian
seterusnya.
b. Asuransi Dagang Asuransi dagang
adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat dala mengadakan
pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang
anggota mereka. Apababila timbul kecelakaan yang merugikan salah seorang
anggota kelompok yang telah berjanji itu, seluruh orang yang tergabung dalam
perjanjian tersdebut memikul beban kerugian itu dengan cara memungut derma
(iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama untuk meringankan teman
semasyarakat.
c. Asuransi Pemerintah, asuransi
pemerintah adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang
menderita diwaktu terjadinya suatu kejadian yang merugiakan tanpa
mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintahan menaggung kekurangan yang
ada karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada
harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita diwatu kerugian
itu terjadi. Asuransi pemerintah dilakukan secara oblligator atau paksaan dan
dilakukan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk masing-masing keperluan.[8]
d. Asuransi jiwa, Maksud asuransi jiwa
adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa
oranglain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada
orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang mempertanggungkan (yang
ditanggung) meninggal dunia atau sesudah melewati masa-masa tertentu.
e. Asuransi atas Bahaya Yang Menimpa
Badan, asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan
keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri
seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau
asuransi atas penyakit-penyakit tertentu. Asuransi ini banyak dilakukan oleh
buruh-buruh industri yang menghadapi bermacam-macam kecelakaan dalam meninaikan
tugasnya.
f. Asuransi Terhadap Bahaya-bahaya
Pertanggungjawaban sipil, Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya
pertanggungjawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda,
seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan
yang lainnya. Di RPA asuransi mengenai mobil dipaksaan.[9]
3.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Masalah asuransi dalam pandangan
ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji
sedalam mungkin karena tidak dijelaskan leh Alquran dan Al-Sunnah secara
eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang semasa dengannya tidak memberikan
fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal. Sistem
asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad XIX Masehi. Dunia Barat sudah
mengenal sistem asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama
mujtahid besar hidup pada sekitar abad II s.d IX Masehi.
Di kalangan ulama atau cendekiawan Muslim terhadap empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
Di kalangan ulama atau cendekiawan Muslim terhadap empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
a. mengharamkan asuransi dalam segala
macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa, klmpok ini
antara lain antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitabnya Fiqh
al-Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit
al-Muth’i, alasannya antara lain:
·
asuransi
pada hakikatnya sama dengan judi;
·
mengandung
nsur tidak jelas dan tidak pasti;
·
mengandung
unsur riba/rente;
·
mengandung
unsur eksploitasi karena apabila pemegang polis tidak bisa melanjutkan
pembayaran preminya yang telah dibayarkan;
·
premi-premi
yang telah dibayarkan oleh para pemegang poils diputar dalam praktik riba
(karena uang tersebut dikreditkan dan dibungakan);
·
asuransi
termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukur mata uang tidak
dengan uang tunai;
·
hidup
dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir
Tuhan Yang MahaEsa.
b. Membolehkan semua asuransi dalam
praktiknya dewasa ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang dikemukakan sebagai berikut:
Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang dikemukakan sebagai berikut:
·
tidak
ada nash Alquran maupun nash al-Hadis yang melarang asuransi;
·
kedua
pihak yang berjanji (asuradatordan yang mempertanggungkan) dengan penuh
kerelaan menerima oprasi ini dilakukan dengan memikultanggung jawab
masing-masing;
·
asuransi
tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan bahkan asuransi
menguntungkan kedua belah pihak;
·
asuransi
mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkemul dapat diinvestasikan
(disalurkan kembali untuk dijadikan modal) untuk proyek-proyek yang priduktif
dan untuk pembangunan;
·
asuransi
termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan akad kerja sama bagi
hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi
yang mengatur modal atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing);
·
asuransi
termasuk syirkah ta’awuniyah;
·
dianalogikan
atau diqiaskan dengan sistem pensiun, seperti taspen;
·
operasi
asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan kepentingan bersama;
·
asuransi
menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan, dan keperibadian.
Dengan alasan-alasan yang demikian,
asuransi dianggap membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi
secara bersamaan. Praktik atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan
orang banyak dibenarkan oleh agama.
Lebih jauh Fuad Mohammad Fachrudin menjelaskan bahwa asuransi sosisal, seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan, diakibatkan oleh pekerjaan. Negara melakukannya terhadap setiap orang yang membayar iuran premi yang ditentukan untuk itu, negara pula yang memenuhi kekurangan yang terdapat dalam perbedaan uang yang telah dipungut dengan uang pembayar kerugian. Maka asuransi ini menuju kearah kemaslahatan umum yang bersifat sosial. Oleh karena itu , asuransi ini dibenarkan oleh agama Islam.
Lebih jauh Fuad Mohammad Fachrudin menjelaskan bahwa asuransi sosisal, seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan, diakibatkan oleh pekerjaan. Negara melakukannya terhadap setiap orang yang membayar iuran premi yang ditentukan untuk itu, negara pula yang memenuhi kekurangan yang terdapat dalam perbedaan uang yang telah dipungut dengan uang pembayar kerugian. Maka asuransi ini menuju kearah kemaslahatan umum yang bersifat sosial. Oleh karena itu , asuransi ini dibenarkan oleh agama Islam.
c. membolehkan asuransi yang bersifat
sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata. Pendapat ini
dikemukakan oleh Muhamad Abu Zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk
membolehkan asuransi yang berifat sosial sama dengan alasan pendapat kedua,
sedangkan alasan penggharaman asuransi bersifat komersial semata-mata pada
garis besarnya sama dengan alasan pendapat pertama.
d. Menganggap bahwa asuransi bersifat
syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan
ataupun secara jelas menghalalkannya. Apabila hukum asuransi dikatagorika
syubhat, konsekuensinya adalah umat Islam dtuntut untuk berhati-hati
(al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru dibolehkan menjadi
polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat.
4.
Keputusan
Konfrensi Negara-Negara Islam Sedunia Di Kualalumpur Mengenai Asuransi
Mengingat asuransi sudah terdapat
dan berjalan di sebagian besar negara yang sebagian besar penduduknya beragama
Islam maka negara-negara Islam sedunia berkonfermasi dengan keputusan-keputusan
sebagai berikut:
a. Asuransi yang di dalamnya terdapat
unsur riba dan eksploitasi adalah haram.
b. Asuransi yang bersifat koperatif
hukumnya halal:
·
Asuransi
yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan oleh manusia (sekumpul manusia)
atas dasar koperatif;
·
Suatu
asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha dapat dilakukan oleh
pemerintah;
·
Konferensi
menganjurkan pemerintah-pemerintah Islam untuk mengadakan asurans yang bersifat
koperatif antara negara-negara Islam.
Peserta-peserta asuransi ini
membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat
ia berhak menerimanya.
c. mengingat pentingnya perdagangan
internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada sekarang
diangga halal, berdasarkan hukum darurat.
5.
Asuransi Dalam Sistem Islam
Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai
Islam diajukan oleh uhammad Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut.
a. Semua asuransi yang menyangkut
bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai angota badan maupun kesehatan harus
ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota badan
atau kesehatan manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika
sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, badan pertolongan
dan ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang
sama dapat diterapkan ketika memutuskan masalah pengangguaran, apakah tindakan
yang harus dilakuka oleh majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan
menganggurannya orang yang bersangkutan. Bersama dengan ini haruslah individu
diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi
pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia
dapat memelihara produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.
b. Hendaklah sebagian besar bentuk
asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan
kecelakaan dimasukan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan
dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan
serta kntrak-kontrak yang bisa diserahkan kepada sektor swasta.[10]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian Bab II dapat penulis simpulkan bahwa:
·
maysir adalah kegiatan atau
permainan yang mengandung unsur taruhan dan menyerempet-nyerempet bahaya, serta
melalaikan dari mengingat Allah dan melakukan shalat.
·
Menurut
pasal 246 Watboek zan Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang
dimaksuddengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam
berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai
peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat
dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005)
Departemen
P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989)
Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy (selanjutnya disebut
al-Qurthubiy), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syu'ub,
1372 H), Juz 3, h. 53. Makna yang sama juga dikemukakan oleh al-Syawkaniy.
Lihat dalam: Muhammad bin 'Aliy
al-Syawkaniy (selanjutnya disebut al-Syawkaniy I), Fath al-Qadir
al-Jami' Bayn Finay al-Riwayah wa al-Dirayah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1
bin 'Ali al-Raziy al-Jashshash (selanjutnya disebut
al-Jashshash), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-'Arabiy,
1405 H), Juz 2
[1] Departemen
P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), 367
[2]
Ibid.
[3] Muhammad bin Ahmad bin
Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy (selanjutnya disebut al-Qurthubiy), al-Jami'
li Ahkam al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syu'ub, 1372 H), Juz 3, h. 53. Makna
yang sama juga dikemukakan oleh al-Syawkaniy. Lihat dalam: Muhammad bin 'Aliy al-Syawkaniy (selanjutnya disebut
al-Syawkaniy I), Fath al-Qadir al-Jami' Bayn Finay al-Riwayah wa
al-Dirayah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1, h. 220
[4]
Al-Qurthubiy, op.cit., Juz 3, h. 52
[5]
bin 'Ali al-Raziy al-Jashshash (selanjutnya disebut al-Jashshash), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-'Arabiy,
1405 H), Juz 2, h.11
[6]
Al-Qurthubiy, op.cit., Juz 3, h. 58. Lihat
juga dalam: Al-Syawkaniy I, op.cit., Jua 1, h. 221
[7]
Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005),h.307
[8] Ibid, h.308
[9] [9]
Ibid, h.309
[10] [10]
Ibid, h.310-316
No comments:
Post a Comment