BAB
I
PENDAHULUAN
Cikal bakal keberadaan Islam di nusantara telah dirintis
pada abad ke-1 hingga ke-5 H atau ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini para
pedagang dan mubalig muslim, membentuk komunitas islam. Para mubalig mengajar
dan memperkenalkan islam kepada penduduk setempat antara lain:
1.
Islam
mengajarkan sesama manusia untuk saling menghormati dan tolong-menolong.
2.
Islam
mengajarkan bahwa derajat manusia dihadapan Allah SWT adalah sama, kecuali
takwanya.
3.
Islam
mengajarkan bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih, dan
Penyayang. Dan melarang manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak dan
saling dengki.
4.
Islam
mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah SWT dan tidak
menyekutukan-Nya serta senantiasa berbuat baik terhadap sesame manusia tanpa
pilih kasih.
Agama Islam ini sangat menarik perhatian masyarakat
Indonesia dengan pesat karena penuh dengan hikmah dan kedamaian. Setiap
perilaku para pedagang dan mubalig yang ramah, jujur, dan dermawan menjadikan
penduduk setempat merasa simpati dan tidak keberatan anak-anak mereka menikah
dengan para saudagar tersebut. Dajwah dan pengaruh islam makin luas, baik di
kalangan masyarakat biasa maupun bangsawan dan penguasa.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM
A.
PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA KERAJAAN SAMUDERA PASAI
1.
Sejarah
Munculnya Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudra Pasai, merupakan
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Ia berdiri pada sekitar awal abad ke-13 M
dengan rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua bernama Al
Malik Al Shaleh dan yang terakhir Al Malik Sabar Syah (tahun 1444 M / abad
ke-15 H). kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh yang sekarang
dikenal dengan nama Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara. Untuk waktu yang
lama, Pasai dianggap oleh kerajaan Islan di Nusantara sebagai pusat Islam.
Kemunculan Samudra Pasai sebagai Kerajaan Islam diperkirakan
dimulai dari awal atau pertengahan abad ke-13, sebagai hasil dari proses
islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7 M. dugaan atas berdirinya Kerajaan Samudra Pasai pada abad
ke-13 ini didukung oleh data-data sejarah yang kongkret, antara lain adalah
nisan kubur dari Samudra Pasai di Gampong Samudra yang memuat nama Sultan Malik
Al Saleh, yang berangka tahun 696 H / 1927 M.[1]
Pendapat bahwa Islam sudah berkenbang disana sejak awal abad
ke -13 M, didukung oleh berita cina dan pendapat Ibnu Btutah, seorang
pengembara terkenal asal Maroko, yang pada pertengahan abad ke -14 M (tahun 746
H / 1345 M) mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalananya dari Delhi ke Cina.
Ketika itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al Zahir, putra Sultan
Malik Al Shaleh. Malik Al Zahir dengan hangat menghibur Ibnu Batutah dan
rombongan kawan-kawannya didalam kota berdinding kayu, yang terletak beberapa
mil disebelah hulu sungai dari pemukiman pelabuhan. Menurut sumber-sumber Cina,
pada awal tahun 1282 M kerajaan Samudra mengirim kepada Raja Cina duta-duta
yang disebut dengan nama muslim yakni Husain dan Sulaiman.[2]
Setelah Sultan Al Malik Al Shaleh mangkat (698 / 1297),
digantikan oleh putranya bernama Al Malik Al Zahir I yang memerintah tahun
1297-1326. raja ketiga adalah Al Malik Al Zahir II yang memerintah dari tahun
1326-1345 M.[3]
Kerajaan Samudra pasai mengalami kejayaannya pada masa
pemerintahan Al Malik Al Zahir II. Setelah beliau wafat digantikan oleh
putranya yang bernama Mansur Malik Al Zahir dan seterusnya secara turun
menurun.
Kerajaan Samudra Pasai adalah sebuah kerajaan maritime.
Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritime ini tidak mempunyai basis
agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan pelayaran.
Kerajaan Islam Samudra Pasai berlangsung sekitar tiga abad
(244 tahun), yakni dari tahun 1280-an sampai dengan 1524 M. Secara
berturut-turut, kerajaan Samudra Pasai diperintah oleh raja-raja / siltan
dengan nama-nama sebagai berikut: Sultan Malik Al Shaleh yang memerintah
setelah beragama Islam sekitar tahun 1280-1297 M, Muhammad Malik Al Zahir
(1297-1326 M), Muhammad Malik Al Zahir (1326-1345 M), Mansur Malik Al Zhir
(1345-1346), Ahmad Malik Al Zahir (1346-1383 M), Zaenal Abidin Malik Al Zahir
(1383-1405 M), Nahrasyah (1402-? M), Abu Zaid Malik Al Zahir (?-1455 M),
Muhammad Malik Al Zahir (1455-1477 M), Zaenal Abidin (1477-1500 M), Abdulah
Malik al Zahir (1501-1513 M), dan Zaenal Abidin (1513-1524 M).
2.
Pola
Pendidikan Islam Masa Kerajaan Samudera Pasai
a. Metode awal penyiaran islam
Menurut Muhammad Yunus, rupanya oleh
pedagang-pedagang Muslim dahulu dipegang teguh ajaran Islam itu, diturut dan
diamalkan. Sambil berdagang, mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang
disekelilingnya. Dimana ada kesempatan, mereka berikan pendidikan dan ajaran
agama Islam. Bukan saja dengan perkataan, melainkan juga dengan perbuatan.
Didikan dan ajaran Islam mereka
berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan. Mereka berlaku sopan
santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan menjaga kepercayaan, pengasih dan
pemurah, jujur dan adil, menepati janji, serta menghormati adat istiadat anak
negeri. Pendeknya, mereka berbudi pekerti yang tinggi dan berakhlak mulia.
Semua itu berdasarkan cinta dan taat kepada Allah sesuai dengan didikan dan
ajaran Islam.
Proses penyiaran pendidika Islam ini
telah berlangsung lama semenjak abad ke-1 H / ke 7 M, sejalan dengan awal
masuknya agama Islam, sehingga muncullah komunitas muslim, yang merupakan perbauran
(asimilasi) antara masyarakat pendatang (muslim) yang notabennya adalah
para pedagang sekaligus da’i dengan masyarakat local (Samudra Pasai).
Namun, tampaknya proses penyiaran
(pendidikan) Islam tersebut kurang berlaku efektif. Terbukti hampir 5 abad
lamanya proses penyiaran pendidikan itu berlangsung, --- antara abad ke-7
hingga awal abad ke-13, tetapi belum menuai hasil yang prestisius dan
menggembirakan.
Atas dasar fakta tersebut diatas,
diubahlah metode penyiaran pendidikan tersebut, yakni dengan mengadakan
pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat / atau kepala suku yang
dilakukan oleh Syekh Ismail seorang da’i yang diutus langsung oleh seorang
Syarif penguasa makalah. Melalui Merah Silu --- yang kenudian setelah beragama
Islan bernama Sultan Malik Al Saleh --- inilah Islam mulai berkembang pesat di
Samudra Pasai.
b.
Sistem
Pendidikan
Sistem pendidikan yang berlaku pada masa Kerajaan Samudra
tentu tidak seperti zaman sekarang ini. Sistem pendidikan yang berlaku pada
saat itu lebih bersifat informal, yang berbentuk majlis taklim dan halaqah.
Namun demikian, komponen-komponen pendidikan yang ada pada massa Samudra Pasai
pada waktu itu, tidak jauh berbeda dengan komponen-komponen pendidikan yang ada
sekarang ini. Hanya saja bentuk dan jenisnya masih sederhana. Namun demikian,
secara substansial proses pendidikan dapat berjalan dengan sangat baik.
Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Pendidik
dan peserta didik
Pada saat itu yang menjadi pendidik atau guru adalah mereka
para saudagar yang sekaliguus merangkap sebagai da’i yang berasal dari Gujarat
dan Timur Tengah. Mereka antara lain adalah Syekh Ismail dan Syekh Sayid Abdul
Aziz. Demikian pula para Silltan Kerajaan Samuadra Pasai. Mereka ikut
mengajarkan dan mennyebarkakn ajaran Islam kepada segenap rakyatnya.
Adapun peserta didik pada saat itu
adalah tidak terbatas usia, melainkan dari segala usia, yakni mulai dari
anak-anak hingga dewasa (usia lanjut). Tidak terbatas pada kalangan tertentu,
melainlkan dari berbagai kalangan, mulai dari rakyat biasa / jelata sampai
dengan sultan atau raja.
2.
Materi
Pendidikan
Materi pendidikan Islam yang pertama kali diberikan pada
peserta didik adalah “Dua Kalimah Syahadat”. Ucaapan itu dilakukan meskipun
dengan bahasa sendiri. Setelah mereka mengucapkan dua kalimah sahadat yang
berarti telah masuk Islam barulah mereka diberikan pelajaran selanjutnnya,
yaitu menbaca Al-Qur’an, cara melaksanakan shalat dan pada tingkat yang lebih
tinggi. Materi yang diajarkan yaitu, pengajian kitab-kitab fiqh yang bermadzhab
imam Syafi’i, seperti: takrb, sulam taufiq, bahkan terdapat pula pengajian yang
dilakukan secara berkala pada setiap selesain shalat jum’at berupa pengajian
kitab-kitab yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu kitab Ihya Ulumuddin, Al
Um, dan lain-lain. Materi Al-Qur’an yang diajarkan untuk tingkatan yang
sudah bisa membaca huruf Arab adalah berupa pengajian Tafsir Jalalain.
Selain materi tersebut, sudah banrang tentu para Syekh mengajarkan tentang
Akidah dan Akhlaq.
3.
Tujuan
Pendidikan
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada saat itu adalah
belajar untuk menuntut ilmu sehingga dapat memahami, menguasai, dan mengamalkan
ajaran islam yang sudah diperoleh dari sang guru. Lebih dari itu, mengembangkan
ajaran Islam tanpa pamrih. dengan kata lain, tidak berorientasi pada materi,
melainkan berorientasi semata-mata menuntut ilmu karena Allah.
4.
Biaya
Pendidikan
Mereka belajar dan mengajar semataimaata akhlas karna ingin
mendapat ridha dari Allah swt. Mereka belajar untuk menuntut ilmu. Mereka
mengajar untuk meningkatkan dan mengembangkan kalimat Allah. Oleh karna itu,
tidak mengharapkan imbalan berupa materi. Kendatipun demikian, masyarakat tentu
memahami dan mengerti akan kebutuhan-kebutuhan para Syekh yyang notabennya
adalah manusia yang tetap membutuhkan makan dan minum serta tempat untuk
berteduh. Oleeh karna itu, secara sukarela masyarakat tentu mengeluarkan
berbagai macam hadiah atau pemberian kepada para guru tersebut, terutama dalam
bentuk hasil pertanian, jamuan-jamuan dan sebagainya. Yang palling penting lagi
adalah bahwa pendidikan pada saat itu dibiayai oleh negara / kerajaan, sehingga
masyarakat secara resmi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar guru.
5.
Waktu
Dan Tempat Belajar
a.
Tempat
belajar
Secara umum, pengajar-pengajar Islam dahulu malaksanakan
penyaiaran Islam dimana saja nereka berada, dipinggir kali sambil menanti
perahu pengangkut barang, di perjamuan di waktu kenduri, dipa dang rumput
tempat gembala ternak, di tempat penimbunan barang dagangan, di pasar-pasar
tempat berjual beli, dan lain-lain. Disitulah bmereka memberikan didikan dan
ajaran Islam dan disanalah orang-orang menerima didikan dan ajaran Islam.
Semuanya dilakukan dengan perkataan secara mudah, snehingga mudah pula orang
memperoleh dididkan dan ajaran Islam. Adapun secara khusus tempat-tempat
pembelajaran dilakukan dirumah-rumah, masjid, surau, rangkang, dan pendopo
istana.
b.
Waktu
belajar
Waktu
yang digunakan untuk mempelajari atau mengerjakan pendidikan sesungguhnya tidak
mengikat. Karna pendidikan dapat berjalan kapan dan dimana saja. Pendidikan
dapat berlangsung pagi hari, siang hari, sore hari atau bahkan malam hari.
Namun secara khusus terutama yang terjadi dikalangan kesultanan, waktu-waktu
belajar dapat dilakukan sebagai berikuut:
1.
Siang
hari khususnya setelah shalat jum’at
2.
Sore
hari (ba’da ashar)
3.
Malam
haru (ba’da magrub / isya) Adapun metode yang digunakan, khususnya dikalangan
istana adalah diskusi.[4]
B.
PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA KERAJAAN DEMAK
1.
Sejarah
Munculnya Kerajaan Demak
Kerajaan
Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan ini terletak di
Jawa bagian tengah, tepatnya di Kota Demak sekarang, propinsi Jawa Tengah.
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah sekitar tahun 1500 Masehi. Wilayah
Kerajaan Demak kemudian berkembang menjadi kerajaan besar karena letaknya yang
sangat strategis, yaitu di dekat pelabuhan dan menghubungkan perdagangan di
wilayah timur Nusantara (Maluku dan Makassar) dengan wilayah barat (Malaka).
Selain
itu, mundurnya kejayaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur juga mendukung
kemajuan perkembangan Kerajaan Demak. Kerajaan Demak merupakan salah satu pusat
perkembangan agama Islam di Indonesia, oleh karena itu wilayah ini banyak
dikunjungi oleh berbagai lapisan masyarakat untuk belajar agama. Kegiatan
ekonomi Kerajaan Demak turut maju berkat mobilitas penduduk antar pulau.
Penyebar
agama Islam sekaligus pendukung berdirinya Kerajaan Demak adalah para wali yang
dikenal dengan sebutan Wali Songo. Dalam menyebarkan agama Islam tersebut para
wali ini sering menggunakan saran kesenian dalam media dakwahnya, sehingga pada
jaman Kerajaan Demak kesenian wayang berkembang dengan sangat pesat. Salah satu
kesenian tersebut adalah wayang kulit. Kesenian Jawa dipadukan dengan budaya Arab
sehingga menghasilkan seni budaya Demak yang unik. Memadukan Budaya Jawa Dan
Islam.[5]
Kehidupan
sosial masyarakat Demak telah diatur dengan hukum-hukum yang berlaku dalam
ajaran agama Islam. Meski demikian, peraturan tersebut tidak begitu saja
meninggalkan tradisi lama sehingga muncul sistem kehidupan sosial masyarakat
yang telah mendapat pengaruh agama Islam. Karakter agama Islam yang demokratis
dan fleksibel memberikan kesempatan bagi rakyat Demak untuk mengembangkan
pekerjaan mereka.
Pada
awalnya, Kerajaan Demak merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit karena
Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak, adalah putra dari Raja Brawijaya V dari
Majapahit. Setelah Raden Patah wafat, di digantikan oleh Pati Unus yang dikenal
dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. Pengganti Pati Unus adalah Sultan
Trenggono. Silsilah penguasa Kerajaan Demak bisa kita pelajari melalui makam
keluarga kerajaan yang berada di kompleks Masjid Demak.
Sultan
Trenggono adalah raja terbesar yang pernah memerintah Kerajaan Demak. Pada masa
pemerintahannya, wilayah Demak meliputi seluruh Pulau Jawa, Sumatera bagian
Selatan, Kalimantan (Kotawaringin dan Banjar) serta Selat Malaka. Setelah
Sultan Trenggono wafat pada tahun 1546 dalam suatu pertempuran di wilayah
Pasuruan, Kerajaan Demak mengalami kemunduran. Akhirnya, menantu Sultan
Trenggono yang bernama Joko Tingkir berhasil menduduki tahta kerajaan dan
memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang.
2.
Pola
Pendidikan Islam Masa Kerajaan Demak
a.
Awal
penyebaran pendidikan Islam
Pada masa awal penyebaran Islam di wilayah kekuasaan Demak
yaitu di akhir abad ke- 15, kondisi masyarakat Jawa pada umumnya sedang dalam
keadaan buruk seirirng dengan melemahnya situsi-politikdan ekonomi
kerajaan-kerajaan yang berkuasa saat itu. Kekuasaan Majapahit yang menguasai
Jawa sudah diambang kehancuran ketika penyebaran Islam mulai tumbuh. Kehidupan
masyarakat juga sangat terpengaruh oleh imbas krisis ekonomi yang dialami
kerajaan.
Akhir abad ke-15 memang disebut-sebut sebagai masa akhir
kekuasaan Majapahit. Pada masa sulit ini, pengaruh kerajaan sudah melemah.
Pelaksanaan ritual keagamaan (Hindu) pun sudah semakin jarang dilaksanakan oleh
rakyat biasa. Seraya dengan ini, para pedagang Islam dan guru-guru agama
berdatangan dari berbagai daerah. Pendidikan Islam mulai memainkan perannya.
Mula-mula pendidikan Islam disampaikan oleh para saudagar kepada orang-orang
terdekat mereka. Sementara guru-guru membentuk kelompok pengajiannya di
tempatnya masing-masing.
Pada masa awal perkembangan ini yang menjadi murid pun masih
terbatas pada golongan menengah, kaum pedagang, dan para buruh di
Bandar-bandar. Mereka sangat tertarik dengan Islam karena ajarannya yang tidak
mengakui adanya perbedaan keturunan, golongan, dan suku antar para pemeluknya.
Sama rata yang diajarkan islam itu bagi kaum pedagang dapat menciptakan tata
tertetib dan keamanan seraya menonjolkan kerukunan kaum muslim. Masyarakat
Islam pun cepat terbentuk dan masjid sebagai sarana vital keagamaan mulai
didirikan dipusat-pusat kota atas dukungan masyarakat.
Pada awal perkembangannya, pendidikan Islam bisa dikatakan
berlangsung secara spontan. Namun, ditengah proses pendidikan yang spontanitas
ini usaha intensifikasi pendidikan sudah dirintis. Adalah sunsn Ampel (w. 1481
M) yang merintis corak pendidikan Islam yang dilaksanakan secara intensif. Ia
mendirikan sebuah perguruan berupa pesantren yang dibangun di Ampel Denta,
Surabaya untuk menampung para murid yang secara intensif dididik agar menguasai
ilmu agama Islam dan kelak bias menjadi seorang guru agama di daerahny
masing-masing.
b.
Masa
Perkembangan
1.
Tokoh
Pendidikan
Seluruh wali songo merupakan tokoh-tokoh pendidikan kerajaan
Demak. Selain mereka saling mendidik antara satudan lainnya, mereka juga
memiliki tugas menyebarkan pendidikan islam ke berbagai daerah. Penyebaran
pendidikan islam yang dilakukan wali songo menjangkau seluruh wilayah Jawa
mulai dari Jawa Barat, Tengah, sampai Timur.
Keterpaduan pihak kerajaan dengan para wali dalam pendidikan
Islam selama kurun waktu setengah abad ini, telah mampu mengislamkan Jawa.
Islamisasi Jawa ini lebih gencar lagi dan lebih terencana dilakukan oleh Sultan
Trenggana karena ia sendiri telah memiliki cita-cita ingin mengislamkan seluruh
Jawa. Ia pun membagi tugas kepada para wali untuk menempati daerah-daerah
tertentu dan memberikan pendidikan Islam kepada masyarakat di tempat itu.
Selain wali sembilan, terdapat juga seorang wali yang juga
berperan dalam pendidikan islam, yaitu Syeikh Siti Jenar atau dikenal dengan
Syekh Lemah Abang. Ia adalah tokoh controversial karena mengajarkan
ajaran-ajaran yang berbeda dengan para wali. Ajaran yang ia pahami dikenal
dengan sebutan manunggaling kawula gusti. (dalam terminology tasawuf
disebut ittihad) yang artinya bersatunya tubuh hamba (manusia) dengan
tuhan.
Selain para wali sebagai tokoh sentralnya, orang-orang asing
(luar jawa, diantaranya dari Mekkah) beragama islam yang datang ke pesisir Jawa
juga telah membantu penyebaran pendidikan islam. Mereka datang dan tinggal di
dekat masjid yang telah di bangun. Mereka mengajarkan ilmu agama islam kepada
masyarakat yang makin lama makin memperkuat keagamaan mereka.
2.
Sarana
Pendidikan
Dalam melakukan tugas pendidikan islam kepada masyarakat,
para wali menggunakan masjid sebagai sarana pengembangan pendidikan islam.
Masjidn Agung Demak adalah Masjid tertua di pulau Jawa yang menjadi pusat dan
lambing kerajaan. Selain sebagai tempat ibadah, masjid Agung Demak juga
digunakan sebagai pusat bertukar pendidikan Islam.
Di Demak pendidikan agama di adakan di masjid-masjid umum
selain di masjid Agung. Masjid-masjid ini di pimpin oleh seorang Badal yang di
tugaskan kerajaan. Badal kemudian digelari Kyai Ageng yang bertugas menjadi
seorang guru. Pendidikan agama yang di laksanakan di masjid-masjid
diperuntukkan bagi masyarakat umum, sementara keluarga kerajaan belajar agama
secara langsung dari wali-wali yang digelari sunan baik di istana maupun di
rumah para wali itu.
Bagi para pencari ilmu yang ingin mempelajari ajaran islam
secara intensif, didirikan pesantren-pesantren yang di kelola oleh para wali
atau guru-guru agama. Pesantren pada saat itu merupakan tempat pendidikan agama
yang di huni khusus oleh kelmpok-kelompok masyarakat yang terpisah dari
kelompok lainnya. Pesantren-pesantren didirikan dilokasi terpisah dari kelompok
lainnya. Pesantren-pesantren didirikan dilokasi tertentu yang khusus di
peruntukan untuk perguruan agama, dan tak jarang jauh di pegunungan.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian Bab II dapat penulis
simpulkan bahwa :
·
Metode pendidikan islam pada masa
kerajaan samudera pasai yaitu mengadakan
pendekatan secara langsung dengan pimpinan masyarakat / atau kepala suku yang
dilakukan oleh Syekh Ismail seorang da’i yang diutus langsung oleh seorang
Syarif penguasa makalah. Melalui Merah Silu --- yang kenudian setelah beragama
Islan bernama Sultan Malik Al Saleh --- inilah Islam mulai berkembang pesat di
Samudra Pasai.
·
Di Demak pendidikan agama di adakan di
masjid-masjid umum selain di masjid Agung. Masjid-masjid ini di pimpin oleh
seorang Badal yang di tugaskan kerajaan. Badal kemudian digelari Kyai Ageng
yang bertugas menjadi seorang guru. Pendidikan agama yang di laksanakan di
masjid-masjid diperuntukkan bagi masyarakat umum, sementara keluarga kerajaan
belajar agama secara langsung dari wali-wali yang digelari sunan baik di istana
maupun di rumah para wali itu.
DAFTAR PUSTAKA
http://jimmygeneh.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-kerajaan.html/Diakses Pada Tanggal 5
Maret 2013
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-berdirinya-kerajaan-islam-demak-di-pulau-jawa/Diakses Pada Tanggal 5
Maret 2013
http://el-syahadu.blogspot.com/Diakses
Pada Tanggal 5 Maret 2013
[1] http://jimmygeneh.blogspot.com/2012/03/pendidikan-islam-pada-masa-kerajaan.html/Diakses
Pada Tanggal 5 Maret 2013
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5]
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-berdirinya-kerajaan-islam-demak-di-pulau-jawa/Diakses
Pada Tanggal 5 Maret 2013
[6] http://el-syahadu.blogspot.com/Diakses
Pada Tanggal 5 Maret 2013
No comments:
Post a Comment