BAB I
PENDAHULUAN
Dalam ajaran islam , allah swt telah mengariskan suatu
kewajiban mutlak terhadadap hambanya yaitu perintah melaksanakn puasa.
Allah
SWT Berfirman dalam surat Al – Baqarah ayat 183
:
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa,”
Namun seiring dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi, munculah suatu permasalahan baru yaitu, bagaimana melaksanakan
puasa di darerah tropis, begitu pula uzur puasa , kewajiban mengganti dan waktu
atau lamanya puasa didaerah subtopis .
BAB II
PEMBAHASAN
PUASA DI DAERAH SUB – TROPIS
A.
PUASA DI DAERAH SUB-TROPIS
Puasa adalah menahan diri dari sesuatu baik dalam bentuk
perkataan maupun perbuatan . Penggunaan lafaz asaum dalam pengertian etimologi
di jumpai dalam Firman Allah SWT, Surah Maryam Ayat 26 yang berbunyi :
’Í?ä3sù ’Î1uŽõ°$#ur “Ìhs%ur $YZøŠtã ( $¨BÎ*sù ¨ûÉïts? z`ÏB ÎŽ|³u;ø9$# #Y‰tnr& þ’Í<qà)sù ’ÎoTÎ) ßNö‘x‹tR Ç`»uH÷q§=Ï9 $YBöq|¹ ô`n=sù zNÏk=Ÿ2é& uQöqu‹ø9$# $|‹Å¡SÎ) ÇËÏÈ
Artinya
:
26. Maka makan,
minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang
Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini".
Ulama fiqih sepakat mendefenisiskan
puasa dengan “ maenahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan yang
dilakukan oleh orang muqhalaf pada siang hari, yang dimaksud kalimat “ menahan
diri dari yang membatalkan “ adalah dari segala bentuk kebutuhan biologi dan
hawa nafsu .[1]
Didalam Al-qur,an dan as sunnah yang
sharih (clear statement ) yang bersifat qath’i ( sudah pasti dan jelas
petunjuknya ) atau yang bersifat dzani (
diduga kuat petunjuknya ), yang menerangkan adanya kaitan atau hubungan antara
waktu perintah melaksanakan shalat dan puasa dengan gerakan atau perjalan
matahari ( lokasi atau posisinya ) . sebagai mana firman allah dalam surat al –
baqarah ayat 187 :
¨(#qè=ä.ur (#qç/uõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKt ãNä3s9 äÝøsø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsø:$# ÏuqóF{$# z`ÏB Ìôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@ø©9$#
Artinya
:
“
dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang – benang putih dan benang hitam yaitu fajar kemudian sempurnakanlah
puasa sampai malam”. ( QS. Al – Baqarah : 187 )
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa waktu berpuasa
dimulai terbitnya fajar sampai terbenam matahari . Ketetapan hukum islam yang
diperoleh dari nash al-qur,an dan sunnah yang qath,i dan shahih adalah bersifat
Universal dan fix , berlaku untuk seluruh masa . Kemudian puasa berdasarkan
al-qur,an surat al-baqarah ayat 187 tidak berlaku untuk seluruh daerah bumi ,
melainkan hanya berlaku dizona bumi yang normal yang perbedaan waktu siang dan
malam relative kecil , yakni didaerah khatulistiwa dan tropis.
Adapun waktu puasa bagi masyarakat
islam yang diluar daerah khatulistiwa dan tropis yakni didaerah subtropics,
karena perbedaan siang dan malamnya cukup besar terutama dibagian daerah kutub
utara dan selatan .[2]
Merujuk
pada fatwa Majelis Fatwa Al – Azhar Al – syarif menetapkan bahwa :
1. Menentukan waktu berpuasa Ramadhan
pada daerah – daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya , dilakukan
dengan cara menyesuaikan atau menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas
waktu siang dan malam setiap tahunya tidak jauh berbeda ( teratur) . Sebagai
contoh jika menyamakan dengan masyarakat mekkah yang berpuasa dari fajar sampai
magrib selama tiga belas jam perhari , maka mereka juga harus berpuasa selama
itu
2. Adapun untuk daerah yang sama sekali
tidak diketahui waktu fajar dan magribnya, seperti daerah kutub ( utara dan
selatan ) , karena pergantian malam dan siang terjadi enam bulan sekali , maka
waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas .
Jika dimekah terbit fajar pada jam 04.30 ,dan magrib pada jam 18.00 , maka
mereka juga harus memperhatikan waktu itu didalam mulai puasa atau ibadah
lainya .
3. Fatwa ini berdasarkan pada Hadist
Nabi SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang tentang kewajiban tentang shalat
didaerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan bahkan setahun.
Seorang sahabat bertanya kepada Rasul “ Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang
satu harinya ( sehari semalam ) sama dengan satu tahun , apakah cukup dengan
sekali shalat saja “. Rasul menjawab “ tidak tapi perkirakanlah sebagaimana
kadarnya ( pada hari – hari biasa ) .[ H.R. Muslim].[3]
Menurut
Majelis Majma AL fiqh Al islam dan Hai,an kibarul menetapkan bahwa:
1. Wilayah yang mengalami siang selama
24 jam dalam sehari pada waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama
24 jam dalam sehari .Dalam kondisi ini jadwal puasa disesuaikan dengan wilayah
puasa yang terdekat , dimana masih ada pergantian siang dan malam.
2. Wilayah yang tidak mengalami
hilangnya mega merah ( syafaqul ahmad ) sampai datangnya waktu shubuh .
Sehingga tidak bisa dibedakan anataramega magrib dengan mega merah saat shubuh.
Dalam kondisi ini waktu imsak disesuaikan dengan wilayah terdekat yang masih
hilang mega merah magrib dan masih bisa membedakan hilang dua mega tersebut .
Dalil syar,i yang memberikan dispensasi ( hukum rukhsan dan
istilah fiqh ) bagi masyarakat yang tinggal didaerah subtropics untuk mengikuti
puasa didaerah normal terdekat antara
lain sebagai berikut :
1. Al-qur,an surat AL haj ayat 78
(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏ$ygÅ_ 4 uqèd öNä38u;tFô_$# $tBur @yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4
“
dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan.”.[4]
2. H.R Bukhari , muslim, Al – nasa – I dan Ahmad
“ hendaklah kamu pemuda , janganlah
kamu mempersulit , dan hendaklah Kamu gembirakan , jangan kamu bikin mereka lari menjauh.”
3. Kaidah – kaidah dalam hukum islam
a.
“ kerepotan atau kesulitan itu
membawa kemudahan “
b.
“keadaan
darurat ( terpakasa ) itu membolehkan hal – hal yang terlarang
c.
“hal – hal yang dibolehkan karena keadaan
terpaksa itu diperkirakan
menurut kada atau seperlunya” .[5]
Puasa di bulan ramadhan biasanya selalu
identik dengan religious umat islam karena mereka terkover dalam berbagai
aktifitas keagamaan untuk berlomba – lomba untuk kebajikan (fastabiqulkhairat )
. Kebajikan yang merupakan rentetan amaliah puasa itu , diantaranya puasa ,
shalat sunnah kajian, infak, sedekah, tadarus al-qur,an, dan amalan sunnah
lainya.
Tetapi rentetan amal tersebut tidak
akan barokah jika hanya merupakan rutinitas formal, tampa mengetahui hikmah dan
subtansinya . oleh sebab itu , ramadhan perlu dimaknai sebagi bulanpenggeblengan
ruhiyah ( hati ), jasadiyah (jasat / fisik ) dan fikriyah ( pikiran atau akal )
agar 11 bulan berikutnya , kita bisa menjadi insan yang fitrah .
B.
PUASA ORANG UZUR DAN KEWAJIBAN
MENGGANTINYA
Uzur adalah orang tua yang sudah hilang kekuatannya atau memasuki
masa jompo , setiap hari kekuatannya terus berkurang dan tinggal menunggu
kematian , orang yang sakit tidak mungkin sembuh , yang tidak ada harapan
sembuh ( secara medis ) dan wanita yang tua renta diberi keringanan tidak
berpuasa . Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 :
ãöky tb$ŸÒtBu‘ ü“Ï%©!$# tAÌ“Ré& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# ”W‰èd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉitur z`ÏiB 3“y‰ßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù y‰Íky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4’n?tã 9xÿy™ ×o£‰Ïèsù ô`ÏiB BQ$ƒr& tyzé& 3 ߉ƒÌムª!$# ãNà6Î tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߉ƒÌムãNà6Î uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£‰Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4†n?tã $tB öNä31y‰yd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
185. (Beberapa hari yang ditentukan
itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al
Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di
antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.
Dalil dibolehkanya berbuka disi agama adalah firman allah :
( “dan bagi orang yang tak kuasa berpuasa maka dia membayar fidyah memberi
makan kepada orang miskin ). Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata : “ ayat ini
tidak dihapus , ayat ini mencakup orang tua renta laki – laki maupun perempuan
yang tidak mampu untuk melaksanakn puasa , sehingga dia memberikan makanan
setiap hari orang miskin .
Orang tua yang sudah uzur dan orang sakit yang tidak ada
harapan untuk sembuh diberi keringanan tidak melaksanakan puasa . Begitu juga
orang – orang yang tidak mampu karena melakukan pekerjaan yang berat, seperti
buruh bangunan yang berkerja di tengah terik matahari, sementara perkerjaan
lain tidak ada .
Bagi orang – orang tersebut tidak,
bila tidak berpuasa , maka hendaklah mereka membayar fidyah kepada fakir miskin
( satu gantang sehari atau setengah gantang sehari ) . Imam syafi,i imam maliki
, dan para sahabat mereka berpendapat :
bahwa orang yang uzur hendaknya memberi makan tiap – tiap orang miskin
satu mud makanan pokok sehari . Dalam mahzab manapun tidak ada dalil yang
menunjukan jumlah gantang yang harus ditetapkan . Bahkan ada mahzab yang
berpendapat tidak wajib membayar fidyah , seperti mahzab ibnu hajmi dan maliki
. pendapat imam syafi,i :
Barang siapa meninggal dan mempunyai
hutang “puasa” ramadhan karena udzur seperti orang berbuka karena sakit dan
tidak mampu ( berkuasa ) untuk mengqodlo misalnya orang yang sakitnya kekal (
lama ) sehingga mati maka tidak ada dosa baginya karena hutangnya tersebut, dan
tidak memperbaikinya (mengeluarkan) fidyah. Tapi jika hutangnya tersebut tdak
ada udzur sama sekali dan meninggal sebelum melaksanakan qodlo maka ia harus
memberi makan orang miskin atau membayar fidyah. Yakni wali( pihak keluarga )
mengeluarkan fidyah tersebut dari harta peninggalan (firkah) si mayit.[6]
C.
WAKTU BERPUASA
Penetapan Awal
Rmadhan : ulama fiqh menyatakan bahwa ada tiga cara untuk menetapkan awal puasa
bulan ramadhan .
a.
Dengan
melihat bulam secara langsung ( ru’yah al hilal ) Hadist rasulullah :“ Berpuasalah kamu dengan melihatnya ( hilal
ramadhan ) dan berbukalah kamu dengan melihatnya ( Hilal Syawal ) dan jika hari
berawan gelap ( sehingga tidak mungkin melihat hilal ) , maka sempurnakanlah
bilangan bulan syakban menjadi 30 hari (
H.R Al- Bukhari muslim ).
b.
Dengan
menyempurnakan bilangan syakban sampai tiga puluh hari, baik langit sedang
cerah maupun mendung menutup awan . Menurut Yusuf Al – Qardawi , diisyaratkan
bahwa awal bulan syakban benar – benar diketahui, sehingga penetapan tiga puluh
hari . Untuk itu, sebaiknya ulama ulama dan pemerintah senantiasa melakukan
perhitungan awal bulan kamariah pepanjang tahun.
c.
Dengan
Hisab, Tentang kebolehan penetapan awal hilal ramadhan melalui ilmu hisab atau
falaq diperdebadkan ulama fiqh. Perbedaan pendapat ini berawal dari pemahaman
hadist yang diriwayatkan oleh Imam AL- Buqhari dari Ibnu Umar. Dalam hadist itu
dikatan : jika hari berawan ( langit tertutup awan ) maka hitunglah bilangan
bulan”. Abu Al-Abbas bin Syuraih dan Ibnu Qutaibah menyatakan bahwa makna
fadurullah adalah diperhitungkan berdasarkan hukum yang berkaitan dengan
perputaran bulan .
d.
Mengikuti
waktu hijaz, Jadwal puasa dan sholatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz (
Mekkah, Madinah dan sekitarnya ), karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan
munculnya sejak pertama kali . Lalu diambil waktu siang yang paling lama
diwilayah itu. Untuk dijadikan patokan mereka yang ada di kutub utara dan
selatan. Merujuk pada fatwa Al – Azhar Al – syarif, menentukan waktu berpuasa
ramadhan pada daerah – daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya ,
dengan cara menyesuaikan atau menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas
waktu siang dan malam setiap tahunnya tidak jauh berbeda ( teratur ). Sebagai
contoh , jika menyamakan dengan masyarakat makkah yang berpuasa dari fajar
sampai magrib selama tiga belas jam perhari , maka mereka juga harus berpuasa
selama itu .
Fatwa didasarkan pada
hadist nabi Muhamad SAW yang menanggapi pertanyaan sahabat tentang ke wajiban
sholat didaerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan . “ Wahai Rosulullah, bagaimanakah dengan daerah
yang satunya ( sehari – harinya ) sama
dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali sholat saja ? Maka Rasulullah menjawab “ tidak ,, tapi
perkirakanlah sebagaimana khadarnya pada hari – hari biasa “( H.R.Muslim )
Para ahli fiqih
berselisih pendapat mengenai puasa di daerah yang waktu siangnya panjang
sedangkan waktu malamnya pendek atau waktu siangnya pendek sedangkan waktu
malamnya panjang. Bagaimana cara berpuasa di daerah-daerah tersebut?
Sebagian ulama
mengatakan bahwa waktu puasa di daerah tersebut mengikuti waktu puasa di
daerah-daerah yang di dalamnya syariat islam diturunkan, seperti Mekkah dan
Madinah. Ada juga yang mengatakan bahwa cara puasa di daerah-daerah tersebut
adalah mengikuti puasa di daerah-daerah terdekat yang waktu malam dan siangnya
normal.[7]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian diatas pemakalah dapat menyimpulkan beberapa hal
penting yaitu :
1. Persepsi siang hari bagi orang yang
tinggal di daerah tropis adalah kondisi terang karena terdapat sinar matahari,
sedangkan malam adalah kondisi gelap-gulita, tanpa ada sinar matahari karena
sinar tersebut telah tenggelam di bawah horizon. Dan orang-orang yang tinggal
tanpa ada sinar matahari atau lama matahari bersinar sangat pendek itu, maka
mereka tidak harus meninggalkan kewajiban berpuasa karena Allah Swt itu serba
Maha. Dalam memberikan kewajiban terhadap hamba-hamba-Nya, telah diperhitungkan
dengan sangat cermat.
2. Daerah dekat Kutub Utara atau
Selatan tidak memiliki keseimbangan siang dan malam. Malam atau siangnya bisa
menjadi lebih lama. Matahari tidak terbit atau tidak tenggelam selama beberapa
bulan. Lalu, apakah orang-orang yang tinggal di sana harus berpuasa selama 20
jam atau lebih ketika musim panas? Atau cuma 3–4 jam ketika musim dingin? Atau
justru tidak berpuasa karena tidak ada sinar matahari sehingga gelap terus?
Keadaan tersebut memang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW sehingga dalam
menerapkan fikih tidak bisa diambil serta-merta apa adanya. Maka itu disusunlah
oleh para Ulama akan hukum-hukum atau fatwa-fatwa mengenai tata cara
berpuasanya yang benar dan tepat sesuai bagi orang yang tinggal di daerah
abnormal itu .
DAFTAR PUSTAKA
zuhdi, Masjfuk, masail fiqh (kapita selekta hukum islam),(Jakarta : PT Gunung agung,
1997)
Majma'
Buhus Al-Islamiyah Fi Qadhaya Mu'ashirah, karya Grand Syeikh Azhar Gad el-Haq
Ali Gad el-Haq, hal 509 s/d 522 jilid pertama
Muhammad
Ayub, Hassan,”Puasa dan Itikaf dalam islam” (Sinar Grafika Offset : 1996)
Sabiq,
Sayyid, Fiqih Sunnah,Cet.I, (Jakarta
: Pena Pundi Aksara,2009)
[2]
Prof drs . H . Masjfuk zuhdi , masail fiqh ‘ (kapita selekta hokum islam),PT Gunung agung,hal
279-282
[3] Majma' Buhus Al-Islamiyah Fi Qadhaya
Mu'ashirah, karya Grand Syeikh Azhar Gad el-Haq Ali Gad el-Haq, hal 509 s/d 522
jilid pertama
[5]
Op.cit
[7]
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,Cet.I,
(Jakarta : Pena Pundi Aksara,2009),h.253-254
No comments:
Post a Comment