Sunday 6 October 2013

JUDI DAN ASURANSI


BAB I
PENDAHULUAN

Di zaman yang modern ini banyak ancaman dan resiko bahanya yang menghantui manusia, yang dipicu sendiri oleh kelemahannya, kesalahan-kesalahannya, dan ketidakmengertiannya akan masalah yang dihadapinya. Manusia tidak dapat mengetahui apa yang akan mereka perbuat esok dan dimana ia akan meninggal dunia. Manusia dihadapkan oleh banyak resiko yang menimpa, seperti kecelakaan transportasi udara, laut dan darat, bisa juga kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, hingga kematian.
Dengan adanya peristiwa tersebut, manusia berfikir untuk menciptakan perusahaan jasa yang menangani segala macam persoalan yang menimpa manusia di waktu mendatang, yang disebut dengan Asuransi.














BAB II
PEMBAHASAN
JUDI DAN ASURANSI
A.    JUDI
1.      Pengertian Judi
Kata judi dalam bahasa Indonesianya memiliki arti "permainan dengan memakai uang sebagai taruhan (seperti main dadu dan main kartu).”[1] Sedang penjudi adalah (orang yang) suka berjudi.[2] Kata judi tersebut biasanya dipadankan dengan maysir dalam bahasa Arabnya. Kata maysir berasal dari akar kata al-yasr yang secara bahasa berarti "wajibnya sesuatu bagi pemiliknya". Ia juga bisa berasal dari akar kata al-yusr yang berarti mudah. Akar kata lain adalah al-yasar yang berarti kekayaaan.[3] maysir adalah kegiatan atau permainan yang mengandung unsur taruhan dan menyerempet-nyerempet bahaya, serta melalaikan dari mengingat Allah dan melakukan shalat.
2.      Dasar Hukum Pengharaman Judi
Dalam al-Qur'an, kata maysir disebutkan sabanyak tiga kali, yaitu dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219, surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91. Ketiga ayat ini menyebutkan beberapa kebiasaan buruk yang berkembang pada masa jahiliyah, yaitukhamaral-maysiral-anshâb (berkorban untuk berhala), dan al-azlâm (mengundi nasib dengan menggunakan panah). Penjelasan tersebut dilakukan dengan menggunakan jumlahkhabariyyah dan jumlah insya`iyyah. Dengan penjelasan tersebut, sekaligus al-Qur'an sesungguhnya menetapkan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang dijelaskan itu. Di dalam surat al-Baqaraħ (2) ayat 219 disebutkan sebagai berikut:
* y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJyø9$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎgŠÏù ÖNøOÎ) ׎Î7Ÿ2 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çŽt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 štRqè=t«ó¡our #sŒ$tB tbqà)ÏÿZムÈ@è% uqøÿyèø9$# 3 šÏ9ºxx. ßûÎiüt7ムª!$# ãNä3s9 ÏM»tƒFy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? ÇËÊÒÈ  
“mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,”
Sehubungan dengan judi, ayat ini merupakan ayat pertama yang diturunkan untuk menjelaskan keberadaannya secara hukum dalam pandangan Islam. Setelah ayat ini, menurut al-Qurthubiy,[4] kemudian diturunkan ayat yang terdapat di dalam surat al-Ma'idah ayat 91 (tentang khamar ayat ini merupakan penjelasan ketiga setelah surat al-Nisa` ayat 43). Terakhir Allah menegaskan pelarangan judi dan khamar dalam surat al-Ma'idah ayat 90.
Al-Thabariy[21] menjelaskan bahwa "dosa besar" yang terdapat pada judi yang dimaksud ayat di atas adalah perbuatan judi atau taruhan yang dilakukan seseorang akan menghalangi yang hak dan, konsekwensinya, ia melakukan kezaliman terhadap diri, harta dan keluarganya atau terhadap harta, keluarga dan orang lain. Kezaliman yang dilakukannya terhadap dirinya adalah penurunan kualitas keberagamaannya, dengan kelalaiannya dari mengingat Allah dan shalat. Sedangkan kezaliman terhadap orang lain adalah membuka peluang terjadinya permusuhan dan perpecahan. Sementara keuntungan yang ditumbulkan dari perjudian itu hanya terbatas pada keuntungan material, kalau ia menang.
Di dalam surat al-Mâ`idaħ (5) ayat 90 dan ayat 91 Allah berfirman sebagai berikut:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ   $yJ¯RÎ) ߃̍ムß`»sÜø¤±9$# br& yìÏ%qムãNä3uZ÷t/ nourºyyèø9$# uä!$ŸÒøót7ø9$#ur Îû ̍÷Ksƒø:$# ÎŽÅ£÷yJø9$#ur öNä.£ÝÁtƒur `tã ̍ø.ÏŒ «!$# Ç`tãur Ío4qn=¢Á9$# ( ö@ygsù LäêRr& tbqåktJZB ÇÒÊÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
3.      Jenis-jenis Judi
Pada masa jahiliyah dikenal dua bentuk al-maysir, yaitu al-mukhâtharaħ dan al-tajzi`aħ . Dalam bentuk al-mukhâtharaħ perjudian dilakukan antara dua orang laki-laki atau lebih yang menempatkan harta dan isteri mereka masing-masing sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan permainan itu berhak mengambil harta dan isteri dari pihak yang kalah. Harta dan isteri yang sudah menjadi milik pemenang itu dapat diperlakukannya sekehendak hati. Jika dia menyukai kecantikan perempuan itu, dia akan mengawininya, namun jika ia tidak menyukainya, perempuan itu dijadikannya sebagai budak atau gundik. Bentuk ini, seperti disebutkan oleh al-Jashshash,[5] diriwayatkan oleh Ibn 'Abbas.
Dalam bentuk al-tajzi`aħ, seperti dikemukakan oleh Imam al-Qurthubiy,[6]permainannya adalah sebagai berikut: Sebanyak 10 orang laki-laki bermain kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu (karena pada waktu itu belum ada kertas). Kartu yang disebut al-azlâm itu berjumlah 10 buah, yaitu al-faz berisi satu bagian, al-taw'am berisi dua bagian, al-raqib tiga bagian, al-halis empat bagian, al-nafis lima bagian, al-musbil enam bagian, dan al-mu'alif tujuh bagian, yang merupakan bagian terbanyak. Sedang kartu al-safih, al-manih dan al-waqd merupakan kartu kosong. Jadi jumlah keseluruhan dari 10 nama kartu itu adalah 28 buah. Kemudian seekor unta dipotong menjadi 28 bagian, sesuai dengan jumlah isi kartu tersebut. selanjutnya kartu dengan nama-nama sebanyak 10 buah itu dimasukkan ke dalam sebuah karung dan diserahkan kepada seseorang yang dapat dipercaya. Kartu itu kemudian dikocok dan dikeluarkan satu per satu hingga habis. Setiap peserta mengambil bagian dari daging unta itu sesuai dengan isi atau bagian yang tercantum dalam kartu yang diperolehnya. Mereka yang mendapatkan kartu kosong, yaitu tiga orang sesuai dengan jumlah kartu kosong, dinyaatakan sebagai pihak yang kalah dan merekalah yang harus membayar unta itu. Sedangkan mereka yang menang, sedikit pun tidak mengambil daging unta hasil kemenangan itu, melainkan seluruhnya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Mereka yang menang saling membanggakan diri dan membawa-bawa serta melibatkan pula suku atau kabilah mereka masing-masing. Di samping itu, mereka juga mengejek dan menghina pihak yang kalah dengan menyebut-nyebut dan melibatkan pula kabilah mereka. Tindakan ini selalu berakhir dengan perselisihan, percekcokan, bahkan saling membunuh dan peperangan.

B.     ASURANSI
1.      Pengertian Asuransi
Menurut pasal 246 Watboek zan Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksuddengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi. Menurut Fuad Mohd. Fachruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan. Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-Undang perniagaan pasal 246.[7]
2.      Macam-Macam Asuransi
Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia ini bermacam-macam. Hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang diasuransikan. Untuk lebih jelasnya , berikut ini macam-macam asuransi itu :
a.       Asuransi timbal balik, Maksud asuransi timbal balik adalah beberapa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iura yang baru untuk persiapan selanjutnya, demikian seterusnya.
b.      Asuransi Dagang Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib bermufakat dala mengadakan pertanggungjawaban bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka. Apababila timbul kecelakaan yang merugikan salah seorang anggota kelompok yang telah berjanji itu, seluruh orang yang tergabung dalam perjanjian tersdebut memikul beban kerugian itu dengan cara memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama untuk meringankan teman semasyarakat.
c.       Asuransi Pemerintah, asuransi pemerintah adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita diwaktu terjadinya suatu kejadian yang merugiakan tanpa mempertimbangkan keuntungannya, bahkan pemerintahan menaggung kekurangan yang ada karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita diwatu kerugian itu terjadi. Asuransi pemerintah dilakukan secara oblligator atau paksaan dan dilakukan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk masing-masing keperluan.[8]
d.      Asuransi jiwa, Maksud asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa oranglain, penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang mempertanggungkan (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah melewati masa-masa tertentu.
e.       Asuransi atas Bahaya Yang Menimpa Badan, asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan, atau asuransi atas penyakit-penyakit tertentu. Asuransi ini banyak dilakukan oleh buruh-buruh industri yang menghadapi bermacam-macam kecelakaan dalam meninaikan tugasnya.
f.       Asuransi Terhadap Bahaya-bahaya Pertanggungjawaban sipil, Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggungjawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan yang lainnya. Di RPA asuransi mengenai mobil dipaksaan.[9]
3.      Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Masalah asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan leh Alquran dan Al-Sunnah secara eksplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan para mujtahid yang semasa dengannya tidak memberikan fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal. Sistem asuransi baru dikenal di dunia Timur pada abad XIX Masehi. Dunia Barat sudah mengenal sistem asuransi ini sejak abad XIV Masehi, sedangkan para ulama mujtahid besar hidup pada sekitar abad II s.d IX Masehi.
Di kalangan ulama atau cendekiawan Muslim terhadap empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
a.       mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa, klmpok ini antara lain antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitabnya Fiqh al-Sunnah, Abdullah al-Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-Muth’i, alasannya antara lain:
·         asuransi pada hakikatnya sama dengan judi;
·         mengandung nsur tidak jelas dan tidak pasti;
·         mengandung unsur riba/rente;
·         mengandung unsur eksploitasi karena apabila pemegang polis tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya yang telah dibayarkan;
·         premi-premi yang telah dibayarkan oleh para pemegang poils diputar dalam praktik riba (karena uang tersebut dikreditkan dan dibungakan);
·         asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar-menukur mata uang tidak dengan uang tunai;
·         hidup dan matinya manusia dijadikan objek bisnis, yang berarti mendahului takdir Tuhan Yang MahaEsa.
b.      Membolehkan semua asuransi dalam praktiknya dewasa ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa dan alasan-alasan yang dikemukakan sebagai berikut:
·         tidak ada nash Alquran maupun nash al-Hadis yang melarang asuransi;
·         kedua pihak yang berjanji (asuradatordan yang mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima oprasi ini dilakukan dengan memikultanggung jawab masing-masing;
·         asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak;
·         asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkemul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan modal) untuk proyek-proyek yang priduktif dan untuk pembangunan;
·         asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan akad kerja sama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal) dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar bagi hasil (profit and loss sharing);
·         asuransi termasuk syirkah ta’awuniyah;
·         dianalogikan atau diqiaskan dengan sistem pensiun, seperti taspen;
·         operasi asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan kepentingan bersama;
·         asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda, kekayaan, dan keperibadian.
Dengan alasan-alasan yang demikian, asuransi dianggap membawa manfaat bagi pesertanya dan perusahaan asuransi secara bersamaan. Praktik atau tindakan yang dapat mendatangkan kemaslahatan orang banyak dibenarkan oleh agama.
Lebih jauh Fuad Mohammad Fachrudin menjelaskan bahwa asuransi sosisal, seperti asuransi kesehatan dan asuransi kecelakaan, diakibatkan oleh pekerjaan. Negara melakukannya terhadap setiap orang yang membayar iuran premi yang ditentukan untuk itu, negara pula yang memenuhi kekurangan yang terdapat dalam perbedaan uang yang telah dipungut dengan uang pembayar kerugian. Maka asuransi ini menuju kearah kemaslahatan umum yang bersifat sosial. Oleh karena itu , asuransi ini dibenarkan oleh agama Islam.
c.       membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial semata. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhamad Abu Zahrah. Alasan yang dapat digunakan untuk membolehkan asuransi yang berifat sosial sama dengan alasan pendapat kedua, sedangkan alasan penggharaman asuransi bersifat komersial semata-mata pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat pertama.
d.      Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas menghalalkannya. Apabila hukum asuransi dikatagorika syubhat, konsekuensinya adalah umat Islam dtuntut untuk berhati-hati (al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru dibolehkan menjadi polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat.
4.      Keputusan Konfrensi Negara-Negara Islam Sedunia Di Kualalumpur Mengenai Asuransi
Mengingat asuransi sudah terdapat dan berjalan di sebagian besar negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam maka negara-negara Islam sedunia berkonfermasi dengan keputusan-keputusan sebagai berikut:
a.       Asuransi yang di dalamnya terdapat unsur riba dan eksploitasi adalah haram.
b.      Asuransi yang bersifat koperatif hukumnya halal:
·         Asuransi yang khusus untuk suatu usaha dapat dilakukan oleh manusia (sekumpul manusia) atas dasar koperatif;
·         Suatu asuransi yang tidak terbatas untuk sesuatu usaha dapat dilakukan oleh pemerintah;
·         Konferensi menganjurkan pemerintah-pemerintah Islam untuk mengadakan asurans yang bersifat koperatif antara negara-negara Islam.
Peserta-peserta asuransi ini membayar iuran berupa uang yang tidak boleh diambil kembali kecuali pada saat ia berhak menerimanya.
c.       mengingat pentingnya perdagangan internasional, maka asuransi dalam lingkup internasional yang ada sekarang diangga halal, berdasarkan hukum darurat.
5.      Asuransi Dalam Sistem Islam
Rancangan asuransi yang dipandang sejalan dengan nilai-nilai Islam diajukan oleh uhammad Nejatullah Shiddiqi sebagai berikut.
a.       Semua asuransi yang menyangkut bahaya pada jiwa manusia, baik mengenai angota badan maupun kesehatan harus ditangani secara eksklusif di bawah pengawasan negara. Jika nyawa anggota badan atau kesehatan manusia tertimpa akibat kecelakaan pada industri atau ketika sedang melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh majikannya, badan pertolongan dan ganti rugi dibebankan pada pemilik pabrik atau majikannya. Prinsip yang sama dapat diterapkan ketika memutuskan masalah pengangguaran, apakah tindakan yang harus dilakuka oleh majikan atau pemilik pabrik setelah mengakibatkan menganggurannya orang yang bersangkutan. Bersama dengan ini haruslah individu diberi kebebasan mengambil asuransi guna menanggulangi kerugian yang terjadi pada kepentingan dirinya dan keluarganya oleh berbagai kecelakaan sehingga ia dapat memelihara produktivitas ekonomi serta kelanjutan bisnisnya.
b.      Hendaklah sebagian besar bentuk asuransi yang berkaitan dengan jiwa, perdagangan laut, kebakaran, dan kecelakaan dimasukan dalam sektor negara. Beberapa di antaranya yang berurusan dengan kecelakaan-kecelakaan tertentu, hak-hak, dan kepentingan-kepentingan serta kntrak-kontrak yang bisa diserahkan kepada sektor swasta.[10]



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian Bab II dapat penulis simpulkan bahwa:
·        maysir adalah kegiatan atau permainan yang mengandung unsur taruhan dan menyerempet-nyerempet bahaya, serta melalaikan dari mengingat Allah dan melakukan shalat.
·        Menurut pasal 246 Watboek zan Koophandel (kitab Undang-undang Perniagaan) bahwa yang dimaksuddengan asuransi adalah suatu persetuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.













DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005)
Departemen P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989)
Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy (selanjutnya disebut al-Qurthubiy), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syu'ub, 1372 H), Juz 3, h. 53. Makna yang sama juga dikemukakan oleh al-Syawkaniy. Lihat dalam: Muhammad bin 'Aliy al-Syawkaniy (selanjutnya disebut al-Syawkaniy I), Fath al-Qadir al-Jami' Bayn Finay al-Riwayah wa al-Dirayah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1
bin 'Ali al-Raziy al-Jashshash (selanjutnya disebut al-Jashshash), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-'Arabiy, 1405 H), Juz 2













[1] Departemen P&K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 367
[2] Ibid.
[3] Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Farh al-Qurthubiy (selanjutnya disebut al-Qurthubiy), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Syu'ub, 1372 H), Juz 3, h. 53. Makna yang sama juga dikemukakan oleh al-Syawkaniy. Lihat dalam: Muhammad bin 'Aliy al-Syawkaniy (selanjutnya disebut al-Syawkaniy I), Fath al-Qadir al-Jami' Bayn Finay al-Riwayah wa al-Dirayah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1, h. 220

[4] Al-Qurthubiy, op.cit., Juz 3, h. 52

[5] bin 'Ali al-Raziy al-Jashshash (selanjutnya disebut al-Jashshash), al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, (Beirut: Dar Ihya` al-Turats al-'Arabiy, 1405 H), Juz 2, h.11
[6] Al-Qurthubiy, op.cit., Juz 3, h. 58. Lihat juga dalam: Al-Syawkaniy I, op.cit., Jua 1, h. 221
[7] Dr.H. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005),h.307
[8] Ibid, h.308
[9] [9] Ibid, h.309
[10] [10] Ibid, h.310-316

No comments:

Post a Comment