Sunday 6 October 2013

PENGARUH GOLONGAN/ALIRAN DALAM POLITIK, AQIDAH TERHADAP PERKEMBANGAN TASYRIK KHUSUSNYA KHAWARIJ, SYIAH, DAN AHLU SUNNAH


BAB I
PENDAHULUAN

Sejak masa khulafaur rasyidin berakhir, fase selanjutnya dikenal dengan tabi’in atau sahabat yang pemerintahannya dipimpin oleh Bani Umayah. Pemerintahan Bani Umayah menggunakan sistem monarki yang menggantikan sistem pemerintahan sebelumnya, yang bersifat kekholifahan.
Umat Islam pada saat itu terpecah menjadi tiga kelompok; Khowarij sebagai penentang Ali, Syi’ah sebagai pendukung Ali, dan kelompok mayoritas (jumhur). Munculnya kelompok-kelompok itu berpengaruh besar dalam mewarnai proses perkembangan hukum Islam.
Pada fase ini perkembangan hukum Islam ditandai dengan munculnya aliran-aliran politik yang secara implisit mendorong terbentuknya aliran hukum. Walaupun panasnya suasana politik yang dipengaruhi oleh golongan-golongan pemberontak yakni golongan Khawarij dan Syi’ah mewarnai pada periode ini, akan tetapi fase-fase ini disebut juga masa keemasan Islam yang mana tumbuh banyak perkembangan-perkembangan keilmuan





BAB II
PEMBAHASAN
PENGARUH GOLONGAN/ALIRAN DALAM POLITIK, AQIDAH TERHADAP PERKEMBANGAN TASYRIK KHUSUSNYA KHAWARIJ, SYIAH, DAN AHLU SUNNAH
A.    KHAWARIJ
        Kaum Khawarij menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyriy yang artinya menjual atau mengorbankan diri kepada Allah.[1] Khawarij awalnya adalah kelompok yang loyal terhadap Ali bin Abi Thalib namun kemudian berbalik arah, mereka kebanyakan berasal dari Orang- orang Badui yang berfikir lurus dan keras, Ali dianggap bekas pengikutnya ini telah salah, karena menghentikan peperangan, sedangkan Muawiyah adalah gubernur pemberontak terhadap pemerintahan yang syah. Dalam pandangan kelompok ini, kedua kubu politik yang disebutkan diatas adalah salah dan sesat. Khawarij juga melahirkan beberapa sekte, diantaranya Muhakkimah, Azzariqoh, Najdah, dan Ajaridah. Adapun pemikiran fiqihnya antara lain :
1.      Khalifah tidak harus orang Quraisy, tapi siapa saja yang mampu memimpin. Berbeda dengan Sunni yang mengharuskan pemimpin dari suku Quraisy. Selain itu, orang yang melakukan dosa besar, seperti halnya Utsman, Ali, Abu Musa, Muawiyah, dan Amru bin Ash tergolong kafir. Mereka pun berpendapat bahwa wajib hhukumnya untuk menentang pemerintahan dzalim, termasuk Ali dan Muawiyah.
2.      Amalan ibadah berupa shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya termasuk dalam rukum iman, sehingga iman tidak cukup dengan penetapan didalam hati dan ikrar dilisan saja.
3.      Hukuman zinah cukkup dipukul 100 kali sesuai dengan ajaran Al-Qur’an, sedang rajam adalah ajaran hadits sebgaia tambahan dari Al-Qur’an.
4.       Ayat “Banatukum” dalam ayat larangan nikah, cukup diartikan anak perempuan, jadi cucu boleh dinikahi oleh kakeknya.
5.      Selain kelompok Khawarij adalah kafir, dan kafir haram dinikahi.
6.      Yang disebut Ghanimah adalah senjata, kuda dan perlengkapan lainnya, yang selain itu bukanlah disebut Ghanimah.
7.      Ayat “Laa Washiyata Li warisin” tidak berlaku. Sehingga ahli waris boleh mendapatkan warisan.
8.      Radho’ah” tidak menghalangi perkawinan sehingga saudara satu susu boleh dinikahi.
9.       Thaharah adalah suci lahir dan bathin, konseksuensi logisnya adalah apabila ketika akan shalat atau dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat bathin kotor maka shalat itu batal.
      Pemahaman Khawarij ini berimlpikasi terhadap pemahaman fiqih. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan diantaranya adalah masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh Manna Al-Qatthan, kaum Khawarij salah satu kelompok Islam yang paling ekstrim dalam melihat sesuatu, baik itu dalam iman atau kekafiran.
      Khawarij hanya mengakui Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber Tasyri’ sehingga mereka tak mengakui adanya sunnah, ijma’ atau yang lainnya. Akibatnya adalah mereka selalu menentang dan tidak sependapat ketika salah satu paham berbeda dengan Al-Qur’an. Hal ini terlihat ketika mereka menilai bagaimana para sahabat atau tabi’in menggunakan sunnah dan ijma’.[2]
B.     SYI’AH
      Syiah berasal dari bahasa Arab, artinya pengikut atau golongan. Kata jamaknya adalah Syiya'un. Syiah adalah kelompok muslim yang setia kepada Ali r.a dan keluarga serta keturunannya. Mereka berpendapat bahwa khalifah itu sebenarnya hak Ali sebagai penerima wasiat langsung dari Rasulullah saw untuk menggantikan kepemimpinan beliau.[3]
      Syi’ah adalah segolongan dari umat Islam yang sangat mencintai Ali bin Abi Thalib dan keturunannya secara berlebih-lebihan. Golongan syi’ah berpendapat bahwa yang paling berhak memangku jabatan khalifah adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya, sebab dialah yang diwasiatkan oleh Nabi SAW untuk menjadi khalifah setelah beliau wafat.
      Syi’ah ini dalam kaitannya dengan masalah pewaris jabatan khalifah, terbagi-bagi dalam berbagai sekte, ada Syi’ah Kaisaniyah, Syi’ah Zaidiyah, Syi’ah Ismailiyah, dan Syi’ah Ja’fariyah. Masing-masnig sekte tersebut menjadikan hak jabatan khalifah pada bagian tertentu dari keturunan Ali bin Abi Thalib.[4]
      Dalam refrensi lain bahwa Syi’ah dalam perkembangannya mereka mengkultuskan Ali dan keluarganya, sehingga mereka pun percaya bahwa Ali dan keluarganya adalah maksum. Sementara aliran fiqih dalam Syi’ah ada dua, yakni Ushuli dan Akhbari.
      Seperti halnya dengan Khawarij, Syi’ah tidak mengakui adanya ijma’ atau qiyas. Qiyas ditolak karena berdasarkan pada akal, bukan nash. Syi’ah hanya mengakui Allah, Rasul-Nya dan Imam sebagai sumber otoritas pembentukan hukum Islam, sehingga pendapat kelompok ini banyak berbeda dengan pendapat Sunni, baik dalam Ushul atau Furu’. Dalam Ushul misalnya, mereka menolak adanya nasakh dan mansukh, sehingga mereka membolehkan adanya nikah mut’ah sampai hari kiamat kelak.
      Diantara contoh pemikiran hukum golongan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an mempunyai dua arti lahir dan bathin, yang mengetahui keduanya hanyalah Allah, Rasul dan Imam. Imam mengetahui makna bahtin Al-Qur’an, karena para Imam tersebut dianggap maksum oleh mereka dan diberikan ilmu yang setaraf dengan kenabian, masyarakat umum hanya mengetahui dzahirnya saja.
2.      Membolehkan nikah mut’ah.
3.      Orang syiah mengharamkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab.
4.      Hadits Nabi yang dianggap shahih oleh kelompok ini hanyalah hadits-hadits yang diriwayatkan dengan jalur-jalur para imam mereka. Hadits yang diriwayatkan oleh kalangan Ahlus Sunnah, meskipun derajat keshahihannya tinggi tidak akan diterima oleh mereka. Demikian pula dalam masalah furu’ dan ushul mereka akan menerima jika disetujui oleh Imam mereka.
5.      Dalam kalimat azan “Hayya ‘Alal Falah” dalam pandangan Syi’ah ditambah satu kalimat lagi yaitu “Hayya ‘Ala Khairil Amal”.
6.       Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
7.      Waktu shalat hanya tiga, dzuhur dan ashar (Dhuluqi syamsi), Magrib dan Isya (Ghosyaqillaili) dan subuh (Qur’anal Fajri).
8.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka menggunakan tanah atau batu dari karbala.

C.    SUNNI (AHLUS- SUNNAH WAL JAMA’AH)
      Golongan ini adalah orang-orang yang bersikab abstain (apolitis) dan tidak ikut-ikutan terjun kedalam pergolakan politik. Mereka tidak mau bergabung dengan pasukan Ali dan para lawan politiknya. Kelompok ini menempuh jalur ilmu yang benar dan manhaj yang lurus serta kajian yang tepat dalam memahami agama Allah, memahami secara teliti terhadap ajaran syari’at berdasarkan penjelasan Al-Qur’an dan Sunnah yang suci serta riwayat-riwayat dari para sahabat, serta menghindari segala pengaruh fitnah yang terjadi diantara sahabat diakhir khalifah Ali bin Abi Thalib.
      Metode yang dipakai golongan ini pada akhirnya melahirkan dua aliran dalam mengistinbat hukum Syari’at:
1.      Kelompok yang berpegang pada dzahirnya nash-nash saja dan pengikut aliran ini dinamakan ahli hadits.
2.      Kelompok yang mencari ilat-ilat hukum dan hikmahnya dari nash-nash baik Al-Qur’a dan sunnah dan kelompok ini dinamakan ahlul ra’yi.[5]
Golongan ini disebut juga dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang berarti penganut sunnah Nabi, sedangkan wal Jama'ah ialah penganut i'tiqad Jama'ah sahabat-sahabat Nabi. Jadi, kaum Ahlussunnah wal Jama'ah ialah kaum yang menganut i'tiqad sebagai i'tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabat beliau. Ahlussunnah wal Jama'ah adalah golongan umat Islam yang tidak mengikuti pendirian Syiah dan Khawarij. Golongan ini tidak berpendapat bahwa jabatan khalifah itu merupakan wasiat yang diberikan kepada seseorang. Tetapi mereka berpendapat bahwa jabatan khalifah itu dipilih dari suku Quraisy yang cakap kalau ada. Golongan ini tidak mengutamakan khalifah-khalifah dengan yang lain dari kalangan sahabat. Mereka menta'wilkan persengketaan yang terjadi dikalangan sahabat dengan soal ijtihad dalam politik pemerintahan yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah iman dan kafir. Termasuk prinsip yang diyakini oleh golongan ini adalah bahwa Diin dan Iman merupakan ucapan dan perbuatan, ucapan hati dan lisan, serta perbuatan hati, lisan dan anggota badan. Dan sesungguhnya iman dapat bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
Diantara pemikiran hukum Islam Ahlussunnah wal jama'ah adalah :
1.      Penolakan terhadap keabsahan nikah mut'ah. Bagi Jumhur, nikah mut'ah haram dilakukan
2.      Jumhur menggunakan konsep aul dalam pembagian harta pusaka
3.      Nabi Muhammad saw tidak dapat mewariskan harta
4.      Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4 orang (penafsiran terhadap surat An Nisa ayat 3 dan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
5.      Persaudaraan iman masih tetap berlaku dan dibenarkan meskipun mereka bermaksiat
6.      Orang-orang fasik tidak berarti kehilangan iman secara keseluruhan, dan mereka tidak kekal dalam neraka, dan masih tergolong beriman atau bisa juga dikatakan beriman tidak secara mutlak
7.      Para sahabat itu dimaafkan Allah, baik mereka yang melakukan ijtihad dengan hasil yang benar maupun yang salah. Akan tetapi mereka tidak meyakini bahwa para sahabat itu ma'sum dari dosa-dosa besar dan kecil.
B. Khawarij, Syi’ah dan Jumhur Pemikirannya Dalam Tasyri’
                    
1.      Pemikiran Hukum Islam Khawarij
Menolak hadist-hadist, pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka ini. Mereka hanya menerima setiap hadits yang diriwayatkan oleh orang-orang yang mereka anggap cocok dari pendapat-pendapat ulama serta fatwa mereka itu mempunyai fiqih khusus (aliran hukum islam sendiri). Demikian pula golongan syi’ah menolak hadits-hadits yang diriwayatkan  oleh mayoritas sahabat dari Rasul, dan tidak memeprdulikan pendapat-pendapat serta fatwa mereka itu. Masing-masing kelompok dari golongan syi’ah ini hanya mau memegang hadits yang diriwayatkan oleh imam-imam mereka dari keluarga keturunan rasul serta fatwa-fatwa yang timbuk dari mereka. Dengan demikian mereka juga memiliki fiqih khusus(aliran hukum islam sendiri). Dan kitab fiqih mereka yang sudah dicetak sangat banyak tidak terhitung jumlahnya.
Berikut ini beberapa gagasan khawarij tentang hukum islam diantaranya :
1.                Pemimpin umat islam tidak mesti keturunan quraisy setiap orang yang beragama islam berhak menjadi pemimpin. Apakah berasal dari kalangan merdeka atau budak. Berbeda dengan pendapat golongan jumhur yang percaya bahwa kepemimpinan mesti dipegang oleh quraisy.
2.                Khawarij tidak menerima dan tidak mau melaksanakan sanksi bagi pelaku zina. Mereka hanya         berpendapat bahwa sanksi bagi pelaku zina adalah seratus kali pukulan, tidak ditambah razam. Sebab sanksi pukulan ditentukan didalam al-qur’an sedangkan rajam ditetapkan dalam sunnah.
3.                Khawarij  (sekte al-maimuniyah) berpendapat bahwa menikahi cucu perempuan adalah boleh (halal/tidak haram), sebab yang diharamkan dalam al-qur’an adalah anak, cucu tidak diharamkan.
4.                Khawarij pada umumnya berpendapat bahwa menikah dengan perempuan yang tidak masuk sekte khawarij hukumnya tidaklah sah. Bahkan menurut sekte ibadiyah berpendapat bahwa orangnya yang tidak sekelompok dengannya meskipun melakukan shalat lima waktu dan ibadah lainnya adalah kafir. Tetapi menikahi mereka dibolehkan.
5.                Ketika tejadi perang antara kelompok khawarij dan umat islam yang bukan khawarij, yang boleh dijadikan ghanimah menurut ibadiyyah hanyalah senjata dan kuda.
6.                Thaharah adalah suci lahir dan batin, konsekuensi logisnya adalah apabila ketika shalat dalam shalat berpikir sesuatu yang kotor dan membuat batin kotor maka shalat itu batal.
        Pemahaman khawarij ini berimplikasi kepada pemahaman fiqh. Beberapa pendapat mereka yang dapat dikemukakan di antaranya dalam masalah thaharah. Sebagaimana disebutkan oleh manna qathan, kaum khawarij salah satu kelompok islam yang paling ekstrem dalam melihat sesuatu, baik itu dalam imam atau kekafiran. Begitupula dalam ibadah, mereka menenkankan kepada sesuatu yang abstrak dan ruhiyah, bukan jasadiyah. Contohnya adalah dalam thaharah, bagi khawarij, bersuci itu tidak hanya sebata menyucikan anggota badan (dalam wudhu misalnya ), tetapi yang terpenting adalah menyucikan hait dan perasaan. Implikasinya, tidak hanya kencing atau buang air besar yang membatalkan wudhu’, tetapi juga ketika seseorang menyimpan dendam, dengki, permusuhan, atau memfitnah sesama manusia, maka wudhunya pun batal.

2.      Pemikiran Hukum Islam Syi’ah
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya syi’ah adalah kelompok umat islam yang berpihak pada ahl al-bait. Menurut keyakinan mereka, yang berhak menjadi pemimpin umat islam sestelah wafat Nabi Muhammad adalah Ali Ibn Abi Thalib. Karena beliau adalah anggota keluarga ( laki-laki ) Nabi yang terdekat, anak paman Nabi.  Dalam perjalanan sejarahnya, Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte. Secara umum sumber hukum dalam pandangan Syi’ah adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an dan As-Sunnah.
        Dalam pandangan mereka, Al-Qur’an memiliki 2 makna: makna lahir dan makna batin. Hanya imam yang dapat mengetahui makna bathin Al-Qur’an.
Bagi Syi’ah, Sunnah dapat dibedakan menjadi empat:
a.       Hadis Shahih (tradisi yang otentik)
b.      Hadis Hasan (tradisi yang baik)
c.       Hadis Musak (kuat)
d.      Hadis Dla’if (lemah)
      Hanya tiga macam hadis pertama yang diterima oleh kaum ushuli.
2.      Syi’ah hanya menerima hadis dan pendapat dari imam Syi’ah dan ulama Syi’ah. Mereka menolak riwayat dari se;ain imam Syi’ah.
3.      Syi’ah menolak ijmak umum.
      Menurut mereka, dengan mengakui ijmak umum berarti mengambil pendapat selain pendapat imam-imam Syi’ah. Mereka juga menolak al-qiyas sebagai bagian dari al-ra’yu. Karena menurut mereka agama bukan diambil dengan ra’yu.
Berikut ini beberapa pendapat Syi’ah tentang hukum islam, antara lain :
a.       Nikah mut’ah sah dilakukan tanpa saksi dan I’lan. Nikah mut’ah tidak menjadi sebab saling mewarisi antara suami dan istri dan tidak memerlukan talaq, karena pernikahan berakhir ketika waktu yang ditentukan telah berakhir. Waktu ‘iddah bagi perempuan dalah dua kali haid ( bagi perempuan yang masih haid ) atau 45 hari bagi perempuan yang sudah putus haid. Jumlah perempuan yang dapat dinikahi dalam satu waktu tidak terbatas.
b.      Syi’ah berpendpat bahwa laki-laki muslimtidak dihalalkan kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, sebab QS Al-Maidah ayat 5 itu dimansukh oleh QS Al-Mumtahanah ayat 10.
c.       Syi’ah berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW dapat mewariskan harta kepada ahli warisnya.
d.      Syi’ah berbeda pendapat dengan ulama jumhur dalam lafadz adzan. Bagi ulama Syi’ah, setelah kalimat hayya ‘ala al-falah adalah hayya ‘ala khairi al-‘amal.
e.       Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
f.       Waktu shalat hanya tiga, Dzuhur dan Ashar (dhuluqi syamsi), Maghrib dan Isya (ghosyaqillail) dan subuh (Al-Qur’anal Fajr).
g.      Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan. Biasanya mereka memakai tanah atau batu dari Karbala.[6]









BAB III
KESIMPULAN
Khawarij awalnya adalah kelompok yang loyal terhadap Ali bin Abi Thalib namun kemudian berbalik arah, mereka kebanyakan berasal dari Orang- orang Badui yang berfikir lurus dann keras, Ali dianggap bekas pengikutnya ini telah salah, karena menghentikan peperangan, sedangkan Muawiyah adalah gubernur pemberontak terhadap pemerintahan yang syah.
Syi’ah adalah segolongan dari umat Islam yang sangat mencintai Ali bin Abi Thalib dan keturunannya secara berlebih-lebihan. Golongan syi’ah berpendapat bahwa yang paling berhak memangku jabatan khalifah adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya, sebab dialah yang diwasiatkan oleh Nabi SAW untuk menjadi khalifah setelah beliau wafat.
Ahlussunnah wal Jama'ah ialah kaum yang menganut i'tiqad sebagai i'tiqad yang dianut oleh Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabat beliau. Ahlussunnah wal Jama'ah adalah golongan umat Islam yang tidak mengikuti pendirian Syiah dan Khawarij.







DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdul Wahab ,Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002)
Khalil, Rasyad Hasan Tarikh Tasyi (Sejarah Legsilasi Hukum Islam), Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009
Sopyan, Yayan, Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam), Depok: Gramata Publishing, 2010



[2] Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri (Sejarah Pembentukan Hukum Islam), (Depok: Gramata Publishing, 2010), h.104-105
[4] Abdul Wahab Khallaf, Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), h. 61
[5] Rasyad Hasan Khalil, Tarikh Tasyi (Sejarah Legsilasi Hukum Islam), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009). h. 83.

No comments:

Post a Comment