Sunday 6 October 2013

TASYRI’ PADA AWAL ABAD KEDUA SAMPAI PERTENGAHAN ABAD KEEMPAT HIJRIYAH SERTA FAKTOR YANG MENDORONG PERKEMBANGANNYA.


BAB I
PENDAHULUAN

Pemerintahan Islam pasca keruntuhan Daulah Ummayah segeradigantikan oleh Daulah Abbasiyah. Masa Daulah Abbasiyah ini disebut juga maamujtahidin dan masa pembukuan fiqh, karena pada masa ini terjadi pembukuandan penyempurnaan fiqh. Pada masa Abbasiyah disebut masa keemasan Islamyang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapatdirasakan hingga sekarang.
Pada masa ini yang berlangsung pada abad kedua hijriyah sampai pertengahan abad keempat ini merupakan masa perkembangan hukum Islam danilmu pengetahuan yang terpancar keseluruhan wilayah Islam bahkan ke mancanegara, bahkan Baghdad merupakan pusat kota dan ibukota Islam yang menjadi pusat kebudayaan dan peradaban yang tinggi saat itu. Saat ini diharapkan agar Islam bangkit dan menjadi acuan dalam segala hal termasuk dalam perkembanganhukum yang telah dicapai zaman keemasan.[1]







BAB II
PEMBAHASAN
TASYRI’ PADA AWAL ABAD KEDUA SAMPAI PERTENGAHAN ABAD KEEMPAT HIJRIYAH SERTA FAKTOR YANG MENDORONG PERKEMBANGANNYA.

A.    Faktor Pendorong Perkembangan Tasyri’
Dinamika hukum Islam mencapai masa keemasan setelah runtuhnya Daulah Umayah. Naiknya Daulah Bani Abbas memberikan angin segar bagi perkembangan hukum Islam.[2] Faktor utama yang mendorong perkembanganhukum Islam adalah berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam.[3] Masa ini adalah masa kecemerlangan hukum Islam (fiqh). Pada masa ini, fiqh telah berkembang dan menjadi ilmu yang mandiri. Masa ini juga ditandaidengan mulai dirintisnya ilmu ushul fiqh, perumusan metodologi serta kaidah-kaidah ijtihad yang dipakai para mujtahid dalam pengambilan hukum. Para imammadzhab datang dengan tawaran metodologis yang matang.Selain perhatian yang besar dari para khalifah Bani Abbas, ada beberapahal yang menjadi penyebab lahirnya masa keemasan ini. Pertama, meluasnya daerah kekuasaan Islam Kedua, karya-karya dari masa sebelumnya, seperti dibukukannya Al-Qur’an. Ketiga, munculnya tokoh-tokoh besar. Keempat , tumbuh suburnya kajian-kajian ilmiah.Beriringan dengan fenomena itu, adalah gerakan penerjemahan buku-bukuYunani dan Romawi, selain itu lahirnya fiqh dengan corak baru. Kelima , kebebasan berfikir.Perhatikan khulafa’ Bani Abbas terhadap fiqh dan fuqaha terlihat dari berbagaistimulasi dan penciptaan suasana yang konstruktif bagi tumbuh suburnya ijtihad. Keenam, fiqh menuju era keemasan. Ketujuh, kodifiaksi ilmu Kedelapan, umat Islam berusaha menghendaki supaya ibadah, mu’amalah dansebagainya sesuai dengan hukum Islam.[4]

B.     Dasar Pemikiran dan Perkembangan Madzhab Hukum Islam
1.      Madzhab Hanafi
Pendiri madzhab ini adalah an-Nu’man bin Zuhdi, dan lebih dikenalsebagai Imam Abu Hanafi. Beliau lahir di Kufah tahun 80 H dan wafat tahun150 H. Abu Hanifah hidup dalam dua generasi, pada masa Bani Umayah selama 52 tahun dan pada masa Abbasiyah selama 18 tahun.Pengalaman keilmuwannya diawali dari studi filsafat dan dialektika,setelah menguasai ini, beliau mendalami fiqh dan hadist. Guru utamnyaadalah Imam Hammad bin Zaid, beliau belajar di bawah bimbingan ulama besar ini selama 18 tahun. Ketika gurunya wafat, beliau menggantikan posisinya karena kedalaman ilmunya dan kemuliaan karakter pribadinya, parakhalifah Bani Umayah sangat menghormatinya. Imam Abu Hanifahdigolongkan sebagai tabi’in kecil, yaitu murid sahabat, karena telah bertemudengan beberapa sahabat dan meriwayatkan sejumlah hadits dari mereka.[5] Imam Abu Hanifah juga memiliki beberapa murid terkenal,diantaranya Abu Yusuf, Muhammad Zufar dan Hasan bin Ziyad. Mereka bersama dengan Hanifah membentuk madzhab Hanafi.
Sumber hukum madzhab Hanafi:
a.       Al-Qur’an, merupakan sumber hukum utama yang tidak perludiperdebatkan lagi. 
b.      Sunnah, sebagai sumber hukum setelah Al-Qur’an, tetapi dengan beberapa kualifikasi dalam penggunaannya.
c.       Ijma’ sahabat, dalam hal ini ijma’ sahabat lebih diutamakan daripada pendapat pribadi Abu Hanifah dan murid-muridnya.
d.      Qiyas.
e.       Istihsanf.‘
f.       Urf 
Fiqh Abu Hanifah :
Ada beberapa pemikiran Abu Hanifah dalam bdiang hukum, msialnyaia berpendapat bahwa benda wakaf masih tetap milik waaif, kedudukan waqaf dipandang sama dengan ‘ariyah (pinjam meminjam). Pendapatnya yang lainadalah bahwa perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnyakhusus menangani masalah perdata, bukan masalah pidana.
2.      Madzhab Maliki
Pendiri madzhab ini adalah Imam Malik bin Anas al-Asy bahial-‘Arabi. Beliau lahir pada tahun 93 H (713 M) di Madinah, beliau lahir padamasa Al-Walid bin ‘Abd Al-Malik (Bani Umayah) dan wafat pada masaHarun Al-Rasyid (Bani Abbasiyah).Di bawah didikan Az-Zuhri beliau mulai belajar ilmu Hadist,sedangkan dalam bidang ilmu hukum Islam, beliau belajar kepada Nafi’Maula Ibn Umar dan Yahya bin Sa’id al-Anshari. Karya monumental beliaudalam bidang hadist adalah al-Muwattha’. Selain itu, beliau juga menyusunkitab al-Mudawwamah yang berisi asas-asas fiqh.[6]
Beliau mulaimengumpulkan hadist-hadist yang kemudian dimuat dalam kitab ini atas permintaan khalifah Abbasiyah, Abu Ja’far al-Mansyur (754-775 M) yangmenginginkan sebuah kitab Undang-undang hukum yang komprehensif dengan berdasarkan sunnah Nabi SAW yang bisa diterapkan secara seragamdi seluruh wilayah kekuasaannya, madzhab Malliki merupakan antitesis darimadzhab Hanafi yang rasionalis. Imam Malik cenderung berfikir secara tradisional dan kurang menggunakan rasional dalam corak pemikiranhukumnya, beliau juga dianggap sebagai wakil ahli hadist.Imam Malik memiliki banyak pengikut yang mengajarkan hadist atasnamanya, diantara murdinya adalah al-Awza’i, al-Tsauri, Ibnu al-Mubarak dan al-Syafi’i, selain itu beliau juga sangat ahli dalam ilmu Al-Qur’an.

Sumber hukum madzhab Maliki:
a.       Al-Qur’an, sebagaimana imam yang lain, Imam Malik menempatkan Al-Qur’an sebagai landasan utamanya.
b.      Sunnah, walaupun sama-sama menggunakan sunnah sebagaimana imamlainnya tetapi Imam Malik memiliki konsepsi sendiri.
c.       Praktek masyarakat Madinah.
d.      Ijma’ sahabat.
e.       Pendapat individu sahabat.
f.       Qiyasg.Tradisi masyarakat Madinah.
g.      Istislah (maslahat)
h.      Urf.[7]
Pendapat Imam Malik :
Imam Malik memiliki pendapat yang mandiri, diantaranya dalam halini:a.Ulama sepakat tentang ketidakbolehan menikah bagi wanita yang sedangdalam masa ‘iddah, baik ‘iddah hamil, ditinggal mati maupun cerai. (Q.S.Al-Baqoroh 228 dan 234), Imam Malik berpendapat bahwa wanita ituwajib dipisahkan dan baginya diharamkan (selamanya) menikah lagidengan laki-laki yang menikahinya dalam masa ‘iddah. b.Hanafi berpendapat bahwa shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan dilaksanakan dua rekaat yang dilakukan seperti shalat Idul Fitri, IdulAdha dan shalat Jum’at. Sedangkan menurut Malik dan Jumhur, shalat dua gerhana itu dilaksanakan dua rakaat dan terdapat dua ruku’ dalamsetiap rakaatnya.c.Imam Malik berpendapat bahwa jumlah minimal mahar adalah tigadirham atau seperempat dinar.

3.      Madzab Syafi’i
Pendiri madzab ini adalah Muhammad bin Idris as-Syafi’i. Beliau lahir di kota kecil Ghazzah di kawasan mediterania (Syam) pada tahun 769 M.Menginjak usia remaja beliau belajar fiqih dan hadits kepada Imam Malik.Imam Syafi’i sanggup menghafal secara sempurna kitab Imam Malik al-Muwattha’. Masa belajar kepada Imam Malik berhenti ulama besar ini wafat pada tahun 801 M.Ia belajar hadits dan fiqih di Mekkah. Setelah itu ia pindah ke Madinahuntuk belajar kepada Imam Malik. Ketika Imam Malik meninggal dunia apdatahun 179 H, As-Syafi’i mencoba memperbaiki taraf hidupnya.Imam Al-Asyafi’i kembali ke mekkah dengan membawa pengatahuantentang fiqih Irak di Masjid Al-Haram, ia mengerjakan Fiqih dalam dua corak yaitu corak madinah dan corak Irak.Di Madinah As-Syafi’i berguru kepada Imam Malik di Kufah, bergurukepada Muhammad Ibn Al Asan Al-Syaibani yang beraliran Hanafi, ImamMalik merupakan puncak tradisi Madrasah Kufah (ra’yu). Dengan demikianAl-Asyafi’i dapat dikatakan sebagai sintesis antara aliran Kufah dan aliranMadinah. Al-Asyafi’i juga memiliki murid yang pada periode berikutnya mengembangkan ajaran fiqihnya, bahkan ada pula yang mendirikan aliranfiqih sendiri. Diantara muridnya adalah Al-Za’farani, Al-Kurabisri, AbuTsaur, Ibnu Hanbal AL-Buthi, Al-Muzani, Al-Robi’ Al-Murabi di Mesir danAbu Ubaid Al-Qasim Ibn Salam Al Luqawi di Irak.

a.      Cara Ijtihad Imam Syafi’I
Seperti Imam Mazhab lainnya, Imam Syafi’i menetapkan thuruqal-istinbath al-ahkam sendiri. Langkah-langkah ijtihadnya dapat diketahuidari perkataannya: “Asal adalah Al-Qur’an dan Al-Sunah. “Apabila tidak ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, ia melakukan qiyas terhadapkeduanya. Apabila hadits telah muttasil dan sanadnya shahih, berarti iatermasuk berkualitas.Imam syafi’i, seperti dikatakan Mana’ Al-Qaththam mengatakan bahwa ilmu itu bertingkat-tingkat. Pertama, Al-Qur’an dan Al Sunah,kedua Ijma’ terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam keduanya,keermpat, pendapat sahabat Nabi yang saling berbeda-beda, kelima qiyas. 
b.      Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Ulama membagi pendapat Al-Syafi’i menjadi dua yaitu qaul qadimdan qaul jadid. Qaul qadim adalah pendapat Syafi’ui yang dikemukakandan ditulis di Irak, sedangkan haul jadid adalah pendapatnya yangdikemukakan dan ditulis di Mesir.Adapun sebab timbulnya qaul jadid, karena Al-Syafi’imendapatkan hadits yang tidak ia dapatkan di Irak dan Hijaz, dan iamenyaksikan adat dan kegiatan muamalah yang berbeda dengan di airak.Pendapat Al-Syafi’i yang termasuk qaul jadid dikumpulkan dalam kitabAl-Umm.Salah satu kitab yang menjelaskan qaul qadim dan qaul jadidadalah Al-Muhadzab Fi Fiqh Al- Imam Al-Syafi’i Radhnya Allah Anhkarya Abu Ishaq Ibrahim Ibn Ali Ibn Yusuf Al-Firuz Abadi Al-Syirazi.Diantara pendapat Syafi’i yang termasuk qaul qadim (ditulis QQ) dan qaul jadid (ditulis QJ) adalah seba gai berikut. Dalam tertib wudu, orangwudunya tidak tertib karena lupa, maka menurut QQ itu sah. Namun,menurut QJ, walaupun lupa wudu orang itu tidaklah sah.
c.       Pendapat Al-Syafi’i
Selain dari keduanya itu yaitu haul qadim dan qaul jadid, Al-Syafi’i memiliki juga pendapat sebagaimana yang tercermin di dalam Al-Umm. Dalam masalah Imamah misalnya, ia berpendapat bahwa imamahtermasuk masalah agama dan karena itu mendirikan Imamah merupakankewajiban agama, bukan hanya kewajiban akal.Ia juga pernah memberikan kriteria pemimpin yang dianggap berkualitas, yaitu berakal dewasa, beragama Islam, laki-laki, dapatmelakukan ijtihad, memiliki kemampuan mengatur (Al-tadbir), gagah berani, melakukan perbaikan agama dan dari kalangan quraisy.d.Rujukan Syafi’iMenurut Imam Abu Zahrah, kitab Al-Umm merupakan al-hujjahal-ula dalam aliran Syafiiah. Peringkat keduanya adalah al-Risalah, karenakitab inilah, Al-Asyafi’i dianggap sebagai Bapak Ushul Fiqih Al-Din Al-Razi menyatakan bahwa nisbah Al-Syafi’i terhdap ilmu Ushul Al-Fiqhseperti nisbah Aristoteles terhadap ilmu Manthiq dan Nisbah Al-Khalil IbnAhmad terhadap ilmu Arudi.

4.      Madzhab Hanbali
Pendiri madzhab ini adalah Imam Ahmad Ibn Hanbal As-Syafi’i. Namun lengkapnya adalah Abu ‘Abd Allah Ajmad Ibn Hanbal Ibn Hilal IbnAsad Al-Syaibani Al-Marwazi (164-241 H).a.Guru dan Murid Ahmad Ibn HanbalHanbal berguru kepada Al-Syafi’i dalam bidang Fikih, kemudiankepada Hasyim Ibrahim Ibn Sa’ad dan Sufyan Ibn Uyainah dalam bidanghadist. b.Cara BerijtihadMenurut Al-Ulwani cara ijtihad Ahmad Ibn Hambal hampir samadenghan cara ijtihad Al-Syafi’i. Ibn Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan pendapat-pendapat Ahmad Ibn Hanbal dibangun atas lima dasar yaitu:
-          Nash al-Qur’an dan Al-Sunnah
-          Menukil fatwa shohabat yang shahih
-          Memilih salah satu pendapat yang lebih dekat kepada nash Al-Qur’an
-          Hadist mursal dal dla’if 

C.    Kitab-kitab Hanabilah
Gagasan-gagasan Ahmad Ibn Hanbal yang dilestarikan dalam beberapa kitab diantaranya adalah mukhtashar Al-Khurqi, al-Mughniysyarh ‘ala Mukhtashar al-khurqi majmu’ patawa, ghayah al-muntaha Fi jam’ dan masih banyak lagi kitab-kitab lainnya.

D.    Sumber Hukum Madzhab Hanbali
1.      Al-Qur’an (mempunyai kedudukan yang tinggimengatasi semua sumber hukum lainnya untuk semua keadaan)
2.      Al-Sunnah
3.      Ijma’ Sahabat. Imam Hanbali menempatkan ijma’ sebagai sumber hukum pada posisi ketiga diantara prinsip-prinsip dasar lainnya.
4.      Apabila terjadi khilaf, Imam Hanbali memilih yang paling dekat kepada Al-Qur’an dan sunnah.
5.      hadist-hadist mursal dan dla’if.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Tasyri’ pada awal abad kedua sampai pertengahan abad keempat hijriyahmengenai faktor-faktor yang mendorong perkembangan Tasyri’ yaitu berkembangnyailmu pengetahuan di dunia Islam.

Kemudian mengenai dasar pemikiran dan perkembangan madzhab hokum Islam :
1.      Madzhab Hanafi Sumber hukum madzhab Hanafi adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qiyas,Istikhsan dan Urf.
2.      Madzhab Maliki Sumber hukum madzhab Maliki : Al-Qur’an, Sunnah, praktek masyarakatMadinah, Ijma’, pendapat individu sahabat, qiyas. Tradisi istilah dan ‘urf.
3.      Madzhab Syafi’I Dasar hukum yang diambil oleh Imam As-Syafi’i : Al-qur’an, as-Sunnah,Ijma’. Pendapat Nabi yang berbeda-beda dan qiyas.
4.      Madzhab Hanbali Dasar hukum yang diambil oleh Imam Hanbali : Al-qur’an dan Sunnah,Fatwa sahabat, memilih pendapat yang lebih dekat kepada nash al-qur’an. Hadistmursal dan dla’if dan qiyas.









DAFTAR PUSTAKA

Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2000 

Naim, Ngainun, Diktat Sejarah Pemikiran Hukum Islam, Tulungagung, STAIN Tulungagung

Musthofa Syalabi, Muhammad, Al-Madkhal Fi at-Ta’rif bil-Fiqh al Islam, Beirut, Damam Nahdhah al-Arabiyah, 1969

Wahab Khallaf, Abdul, Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Tesis) Imron Am, Surabaya, Toha Putra



[1] Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), h. 299
[2] Ngainun Naim, Diktat Sejarah Pemikiran Hukum Islam,(Tulungagung: STAIN Tulungagung,2005), h. 51
[3] Supiana, Op.cit, h. 300
[4] Ngainun Naim.,Op.Cit,h. 52-55
[5] Muhamad Mushtofa Syalabi, Al-Madkhal fi At-Ta’rif bil-Fiqh Al Islam, (Beirut: Daman Nahdhah al-Arabiyyah, 1969), h. 171-172
[6] Abdul Wahab Khallaf, Ikhtisar Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Terj. ) Imron Am, (Surabaya:tp, tt), h. 57
[7] Philips,  Asal-Usul, h. 96-99. Lihat juga Hasbie, Pengantar, h. 116-117

No comments:

Post a Comment