Wednesday 9 October 2013

PUASA DI DAERAH SUB – TROPIS


BAB I
PENDAHULUAN

Dalam ajaran islam , allah swt telah mengariskan suatu kewajiban mutlak terhadadap hambanya yaitu perintah melaksanakn puasa.
Allah SWT Berfirman dalam surat Al – Baqarah ayat 183  :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ        
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,”
Namun seiring dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, munculah suatu permasalahan baru yaitu, bagaimana melaksanakan puasa di darerah tropis, begitu pula uzur puasa , kewajiban mengganti dan waktu atau  lamanya puasa didaerah subtopis .








                                                                                                                                   

                 

BAB II
PEMBAHASAN
PUASA DI DAERAH SUB – TROPIS

A.    PUASA DI DAERAH SUB-TROPIS
Puasa adalah menahan diri dari sesuatu baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan . Penggunaan lafaz asaum dalam pengertian etimologi di jumpai dalam Firman Allah SWT, Surah Maryam Ayat 26 yang berbunyi :
Í?ä3sù Î1uŽõ°$#ur Ìhs%ur $YZøŠtã ( $¨BÎ*sù ¨ûÉïts? z`ÏB ÎŽ|³u;ø9$# #Ytnr& þÍ<qà)sù ÎoTÎ) ßNöxtR Ç`»uH÷q§=Ï9 $YBöq|¹ ô`n=sù zNÏk=Ÿ2é& uQöquø9$# $|Å¡SÎ) ÇËÏÈ
Artinya :
26. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".
            Ulama fiqih sepakat mendefenisiskan puasa dengan “ maenahan diri dari segala perbuatan yang membatalkan yang dilakukan oleh orang muqhalaf pada siang hari, yang dimaksud kalimat “ menahan diri dari yang membatalkan “ adalah dari segala bentuk kebutuhan biologi dan hawa nafsu .[1]

       Didalam Al-qur,an dan as sunnah yang sharih (clear statement ) yang bersifat qath’i ( sudah pasti dan jelas petunjuknya  ) atau yang bersifat dzani ( diduga kuat petunjuknya ), yang menerangkan adanya kaitan atau hubungan antara waktu perintah melaksanakan shalat dan puasa dengan gerakan atau perjalan matahari ( lokasi atau posisinya ) . sebagai mana firman allah dalam surat al – baqarah ayat 187 :
¨(#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ( ¢OèO (#qJÏ?r& tP$uÅ_Á9$# n<Î) È@øŠ©9$#
Artinya :
dan makan minumlah hingga terang bagimu benang – benang putih dan benang hitam yaitu fajar kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam”. ( QS. Al – Baqarah : 187 )
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa waktu berpuasa dimulai terbitnya fajar sampai terbenam matahari . Ketetapan hukum islam yang diperoleh dari nash al-qur,an dan sunnah yang qath,i dan shahih adalah bersifat Universal dan fix , berlaku untuk seluruh masa . Kemudian puasa berdasarkan al-qur,an surat al-baqarah ayat 187 tidak berlaku untuk seluruh daerah bumi , melainkan hanya berlaku dizona bumi yang normal yang perbedaan waktu siang dan malam relative kecil , yakni didaerah khatulistiwa dan tropis.
            Adapun waktu puasa bagi masyarakat islam yang diluar daerah khatulistiwa dan tropis yakni didaerah subtropics, karena perbedaan siang dan malamnya cukup besar terutama dibagian daerah kutub utara dan selatan .[2]
Merujuk pada fatwa Majelis Fatwa Al – Azhar Al – syarif menetapkan bahwa :
1.      Menentukan waktu berpuasa Ramadhan pada daerah – daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya , dilakukan dengan cara menyesuaikan atau menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas waktu siang dan malam setiap tahunya tidak jauh berbeda ( teratur) . Sebagai contoh jika menyamakan dengan masyarakat mekkah yang berpuasa dari fajar sampai magrib selama tiga belas jam perhari , maka mereka juga harus berpuasa selama itu
2.      Adapun untuk daerah yang sama sekali tidak diketahui waktu fajar dan magribnya, seperti daerah kutub ( utara dan selatan ) , karena pergantian malam dan siang terjadi enam bulan sekali , maka waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan dengan daerah lain seperti diatas . Jika dimekah terbit fajar pada jam 04.30 ,dan magrib pada jam 18.00 , maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu didalam mulai puasa atau ibadah lainya .   
3.      Fatwa ini berdasarkan pada Hadist Nabi SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang tentang kewajiban tentang shalat didaerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan bahkan setahun. Seorang sahabat  bertanya kepada Rasul “ Wahai Rasul, bagaimana dengan daerah yang satu harinya ( sehari semalam ) sama dengan satu tahun , apakah cukup dengan sekali shalat saja “. Rasul menjawab “ tidak tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya ( pada hari – hari biasa ) .[ H.R. Muslim].[3]
Menurut Majelis Majma AL fiqh Al islam dan Hai,an kibarul menetapkan bahwa:
1.      Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam sehari .Dalam kondisi ini jadwal puasa disesuaikan dengan wilayah puasa yang terdekat , dimana masih ada pergantian siang dan malam.
2.      Wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah ( syafaqul ahmad ) sampai datangnya waktu shubuh . Sehingga tidak bisa dibedakan anataramega magrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini waktu imsak disesuaikan dengan wilayah terdekat yang masih hilang mega merah magrib dan masih bisa membedakan hilang dua mega tersebut .

Dalil syar,i yang memberikan dispensasi ( hukum rukhsan dan istilah fiqh ) bagi masyarakat yang tinggal didaerah subtropics untuk mengikuti puasa  didaerah normal terdekat antara lain sebagai berikut :

1.      Al-qur,an surat AL haj ayat 78

(#rßÎg»y_ur Îû «!$# ¨,ym ¾ÍnÏŠ$ygÅ_ 4 uqèd öNä38u;tFô_$# $tBur Ÿ@yèy_ ö/ä3øn=tæ Îû ÈûïÏd9$# ô`ÏB 8ltym 4
“ dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”.[4]
2.       H.R Bukhari , muslim, Al – nasa – I dan Ahmad
“ hendaklah kamu pemuda , janganlah kamu mempersulit , dan hendaklah  Kamu gembirakan , jangan kamu bikin mereka lari menjauh.”

3.      Kaidah – kaidah dalam hukum islam
a.       “ kerepotan atau kesulitan itu membawa kemudahan “
b.       “keadaan darurat ( terpakasa ) itu membolehkan hal – hal yang                   terlarang
c.       hal – hal yang dibolehkan karena keadaan terpaksa itu diperkirakan               menurut kada atau seperlunya” .[5]
         Puasa di bulan ramadhan biasanya selalu identik dengan religious umat islam karena mereka terkover dalam berbagai aktifitas keagamaan untuk berlomba – lomba untuk kebajikan (fastabiqulkhairat ) . Kebajikan yang merupakan rentetan amaliah puasa itu , diantaranya puasa , shalat sunnah kajian, infak, sedekah, tadarus al-qur,an, dan amalan sunnah lainya.
            Tetapi rentetan amal tersebut tidak akan barokah jika hanya merupakan rutinitas formal, tampa mengetahui hikmah dan subtansinya . oleh sebab itu , ramadhan perlu dimaknai sebagi bulanpenggeblengan ruhiyah ( hati ), jasadiyah (jasat / fisik ) dan fikriyah ( pikiran atau akal ) agar 11 bulan berikutnya , kita bisa menjadi insan yang fitrah .

B.     PUASA ORANG UZUR DAN KEWAJIBAN MENGGANTINYA
Uzur adalah orang tua yang sudah hilang kekuatannya atau memasuki masa jompo , setiap hari kekuatannya terus berkurang dan tinggal menunggu kematian , orang yang sakit tidak mungkin sembuh , yang tidak ada harapan sembuh ( secara medis ) dan wanita yang tua renta diberi keringanan tidak berpuasa . Firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 185 :
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉitur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ  
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Dalil dibolehkanya berbuka disi agama adalah firman allah : ( “dan bagi orang yang tak kuasa berpuasa maka dia membayar fidyah memberi makan kepada orang miskin ). Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma berkata : “ ayat ini tidak dihapus , ayat ini mencakup orang tua renta laki – laki maupun perempuan yang tidak mampu untuk melaksanakn puasa , sehingga dia memberikan makanan setiap hari orang miskin .
Orang tua yang sudah uzur dan orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh diberi keringanan tidak melaksanakan puasa . Begitu juga orang – orang yang tidak mampu karena melakukan pekerjaan yang berat, seperti buruh bangunan yang berkerja di tengah terik matahari, sementara perkerjaan lain tidak ada .
            Bagi orang – orang tersebut tidak, bila tidak berpuasa , maka hendaklah mereka membayar fidyah kepada fakir miskin ( satu gantang sehari atau setengah gantang sehari ) . Imam syafi,i imam maliki , dan para sahabat mereka berpendapat :  bahwa orang yang uzur hendaknya memberi makan tiap – tiap orang miskin satu mud makanan pokok sehari . Dalam mahzab manapun tidak ada dalil yang menunjukan jumlah gantang yang harus ditetapkan . Bahkan ada mahzab yang berpendapat tidak wajib membayar fidyah , seperti mahzab ibnu hajmi dan maliki . pendapat imam syafi,i :
       Barang siapa meninggal dan mempunyai hutang “puasa” ramadhan karena udzur seperti orang berbuka karena sakit dan tidak mampu ( berkuasa ) untuk mengqodlo misalnya orang yang sakitnya kekal ( lama ) sehingga mati maka tidak ada dosa baginya karena hutangnya tersebut, dan tidak memperbaikinya (mengeluarkan) fidyah. Tapi jika hutangnya tersebut tdak ada udzur sama sekali dan meninggal sebelum melaksanakan qodlo maka ia harus memberi makan orang miskin atau membayar fidyah. Yakni wali( pihak keluarga ) mengeluarkan fidyah tersebut dari harta peninggalan (firkah) si mayit.[6]
C.    WAKTU BERPUASA
      Penetapan Awal Rmadhan : ulama fiqh menyatakan bahwa ada tiga cara untuk menetapkan awal puasa bulan ramadhan .
a.       Dengan melihat bulam secara langsung ( ru’yah al hilal ) Hadist rasulullah :“ Berpuasalah kamu dengan melihatnya ( hilal ramadhan ) dan berbukalah kamu dengan melihatnya ( Hilal Syawal ) dan jika hari berawan gelap ( sehingga tidak mungkin melihat hilal ) , maka sempurnakanlah bilangan bulan syakban menjadi 30 hari  ( H.R Al- Bukhari muslim ).
b.      Dengan menyempurnakan bilangan syakban sampai tiga puluh hari, baik langit sedang cerah maupun mendung menutup awan . Menurut Yusuf Al – Qardawi , diisyaratkan bahwa awal bulan syakban benar – benar diketahui, sehingga penetapan tiga puluh hari . Untuk itu, sebaiknya ulama ulama dan pemerintah senantiasa melakukan perhitungan awal bulan kamariah pepanjang tahun.
c.       Dengan Hisab, Tentang kebolehan penetapan awal hilal ramadhan melalui ilmu hisab atau falaq diperdebadkan ulama fiqh. Perbedaan pendapat ini berawal dari pemahaman hadist yang diriwayatkan oleh Imam AL- Buqhari dari Ibnu Umar. Dalam hadist itu dikatan : jika hari berawan ( langit tertutup awan ) maka hitunglah bilangan bulan”. Abu Al-Abbas bin Syuraih dan Ibnu Qutaibah menyatakan bahwa makna fadurullah adalah diperhitungkan berdasarkan hukum yang berkaitan dengan perputaran bulan .
d.      Mengikuti waktu hijaz, Jadwal puasa dan sholatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz ( Mekkah, Madinah dan sekitarnya ), karena wilayah ini dianggap tempat terbit dan munculnya sejak pertama kali . Lalu diambil waktu siang yang paling lama diwilayah itu. Untuk dijadikan patokan mereka yang ada di kutub utara dan selatan. Merujuk pada fatwa Al – Azhar Al – syarif, menentukan waktu berpuasa ramadhan pada daerah – daerah yang tidak teratur masa siang dan malamnya , dengan cara menyesuaikan atau menyamakan waktunya dengan daerah dimana batas waktu siang dan malam setiap tahunnya tidak jauh berbeda ( teratur ). Sebagai contoh , jika menyamakan dengan masyarakat makkah yang berpuasa dari fajar sampai magrib selama tiga belas jam perhari , maka mereka juga harus berpuasa selama itu .
      Fatwa didasarkan pada hadist nabi Muhamad SAW yang menanggapi pertanyaan sahabat tentang ke wajiban sholat didaerah yang satu harinya menyamai seminggu atau sebulan . “ Wahai Rosulullah, bagaimanakah dengan daerah yang satunya  ( sehari – harinya ) sama dengan satu tahun, apakah cukup dengan sekali sholat saja ?  Maka Rasulullah menjawab “ tidak ,, tapi perkirakanlah sebagaimana khadarnya pada hari – hari biasa “( H.R.Muslim )
      Para ahli fiqih berselisih pendapat mengenai puasa di daerah yang waktu siangnya panjang sedangkan waktu malamnya pendek atau waktu siangnya pendek sedangkan waktu malamnya panjang. Bagaimana cara berpuasa di daerah-daerah tersebut?
      Sebagian ulama mengatakan bahwa waktu puasa di daerah tersebut mengikuti waktu puasa di daerah-daerah yang di dalamnya syariat islam diturunkan, seperti Mekkah dan Madinah. Ada juga yang mengatakan bahwa cara puasa di daerah-daerah tersebut adalah mengikuti puasa di daerah-daerah terdekat yang waktu malam dan siangnya normal.[7]











BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari uraian diatas pemakalah dapat menyimpulkan beberapa hal penting yaitu :
1.      Persepsi siang hari bagi orang yang tinggal di daerah tropis adalah kondisi terang karena terdapat sinar matahari, sedangkan malam adalah kondisi gelap-gulita, tanpa ada sinar matahari karena sinar tersebut telah tenggelam di bawah horizon. Dan orang-orang yang tinggal tanpa ada sinar matahari atau lama matahari bersinar sangat pendek itu, maka mereka tidak harus meninggalkan kewajiban berpuasa karena Allah Swt itu serba Maha. Dalam memberikan kewajiban terhadap hamba-hamba-Nya, telah diperhitungkan dengan sangat cermat.
2.      Daerah dekat Kutub Utara atau Selatan tidak memiliki keseimbangan siang dan malam. Malam atau siangnya bisa menjadi lebih lama. Matahari tidak terbit atau tidak tenggelam selama beberapa bulan. Lalu, apakah orang-orang yang tinggal di sana harus berpuasa selama 20 jam atau lebih ketika musim panas? Atau cuma 3–4 jam ketika musim dingin? Atau justru tidak berpuasa karena tidak ada sinar matahari sehingga gelap terus? Keadaan tersebut memang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW sehingga dalam menerapkan fikih tidak bisa diambil serta-merta apa adanya. Maka itu disusunlah oleh para Ulama akan hukum-hukum atau fatwa-fatwa mengenai tata cara berpuasanya yang benar dan tepat sesuai bagi orang yang tinggal di daerah abnormal itu .







DAFTAR PUSTAKA

Aziz Dahlan, Abdul, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996)

zuhdi, Masjfuk, masail fiqh (kapita selekta hukum islam),(Jakarta : PT Gunung agung, 1997)

Majma' Buhus Al-Islamiyah Fi Qadhaya Mu'ashirah, karya Grand Syeikh Azhar Gad el-Haq Ali Gad el-Haq, hal 509 s/d 522 jilid pertama

Muhammad Ayub, Hassan,”Puasa dan Itikaf dalam islam” (Sinar Grafika Offset : 1996)

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah,Cet.I, (Jakarta : Pena Pundi Aksara,2009)




[1] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h.    1422
[2] Prof drs . H . Masjfuk zuhdi , masail fiqh ‘ (kapita selekta hokum islam),PT Gunung agung,hal 279-282      
[3] Majma' Buhus Al-Islamiyah Fi Qadhaya Mu'ashirah, karya Grand Syeikh Azhar Gad el-Haq Ali Gad el-Haq, hal 509 s/d 522 jilid pertama
[4] Op.cit, , masail fiqh ‘ (kapita selekta hokum islam),PT Gunung agung.
[5] Op.cit
[6]  Hassan muhammad ayub ,”Puasa dan Itikaf dalam islam” sinar grafika offset, juli 1996
[7] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,Cet.I, (Jakarta : Pena Pundi Aksara,2009),h.253-254

No comments:

Post a Comment